INAFOR 2021: Membuka Rintisan Pembangunan Standar Perluasan Kesempatan Cipta Kerja

[BSILHK]_Pemerintah melakukan terobosan baru dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau dikenal dengan Omnibus Law. Regulasi ini akan meningkatkan investasi dan kegiatan usaha, dengan tetap menjaga prinsip berwawasan lingkungan dan keberlanjutan. Demikian pernyataan penting Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dr. Siti Nurbaya, saat membuka The 6th International Conference of Indonesia Forestry Researchers (INAFOR) 2021, secara virtual (7/9).

“Saya yakin INAFOR telah berkontribusi pada pengembangan standar dan instrumen untuk kualitas lingkungan dan pengelolaan hutan yang lebih baik, yang dilakukan oleh masyarakat, pemerintah daerah dan badan usaha,” tegas Menteri Siti.

Dalam sambutan kuncinya, orang nomor satu di Kementerian LHK ini berharap bahwa instrumen-instrumen tersebut dapat membantu mempercepat pemulihan ekonomi sekaligus memperbaiki kondisi lingkungan dan hutan. Untuk mendukung itu, sangat dibutuhkan sains, teknologi, dan inovasi untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan, termasuk dalam pengembangan standar instrumen untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan dan kehutanan.

INAFOR mempertemukan para ilmuwan, akademisi, dan praktisi lingkungan hidup dan kehutanan (LHK) dari seluruh Indonesia serta berbagai negara setiap dua tahun sejak diluncurkan pada 2011 silam. The 6th INAFOR 2021 diselenggarakan oleh Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) pada 7-8 September 2021 dengan tema Greener Future: Environment, Disaster Resilience, and Climate Change. Berbagai sains dan instrumen terbaru dipresentasikan untuk solusi perbaikan lingkungan, ketahanan bencana, kesejahteraan sosial, peningkatan manfaat dari hutan, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, termasuk juga untuk menghadapi pandemi Covid-19.

Tema ini menurut Menteri Siti menjadi lebih penting di masa pandemi Covid-19, saat Indonesia menghadapi tantangan global untuk memobilisasi berbagai upaya untuk bertahan dan membangun kembali dengan lebih baik. “Peran hutan dan lingkungan sangat penting untuk mendukung upaya tersebut. Kondisi new normal juga memberikan peluang bagi kita untuk lebih produktif,” tegasnya.

Terkait Omnibus Law, Kementerian LHK sangat berperan dalam mendukung pelaksanaannya. Banyak proses, standar dan prosedur dalam pengendalian dampak lingkungan dan perizinan telah direformasi menggunakan pendekatan berbasis risiko dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2009.

Untuk itu, Kementerian LHK ini memandang perlu untuk mengembangkan instrumen baru yang dapat mendukung pelaksanaan Omnibus Law. Standar dan instrumen akan memandu para pemangku kepentingan untuk beroperasi dalam arah yang sama yakni menyeimbangkan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial dalam kegiatan usaha dan pembangunan.

BSILHK, lembaga baru di KLHK akan fokus pada koordinasi perumusan, pengembangan, penerapan dan penilaian kesesuaian standar instrumen di bidang LHK. Terdapat 12  bidang standardisasi instrumen yang akan dikembangkan BSILHK, yakni: kualitas lingkungan; keanekaragaman hayati; daya dukung; pengelolaan lanskap dan daerah aliran sungai; perubahan iklim; hasil hutan kayu, hasil hutan bukan kayu; jasa lingkungan, kawasan hutan; hutan lahan gambut; produktivitas hutan; dan perhutanan sosial.

“Saya yakin bidang standar instrumen ini akan memberikan peningkatan pengelolaan lingkungan yang lebih baik dan mendorong lebih banyak investasi dan ekonomi sirkular, serta memandu pemulihan dan mitigasi keadaan darurat bencana,”tegas Menteri Siti.

INAFOR 2021 ini adalah yang terakhir diselenggarakan oleh Kementerian LHK, dengan dileburnya seluruh lembaga riset ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Karenanya pada kesempatan ini, Menteri Siti menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh peneliti Kementerian LHK atas kiprahnya selama lebih dari satu abad bagi kehutanan Indonesia.

Baca juga: Satu Abad Penelitian Kehutanan Indonesia (1913-2013)

The 6th INAFOR 2021 diselenggarakan secara pleno dan paralel. Panel Tingkat Tinggi Bidang LHK pada sesi pleno menghadirkan 4 pembicara utama yakni Kepala BSILHK, Perwakilan IUFRO Indonesia, perwakilan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN). Sementara sesi paralel membahas 5 (lima) subtema yang akan dipresentasikan oleh 20 pembicara utama dan 162 presenter.

Dr. Agus Justianto, Pelaksana Tugas Kepala BSILHK menyampaikan materi “Optimism strategy on environment and forestry programs through establishment standard and instrument”.  Tiga isu penting dikemukakan oleh orang nomor satu di BSILHK ini, yakni paradigma baru pengelolaan hutan Indonesia, standar untuk penguatan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi, serta pembentukan BSILHK.

Pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan Indonesia memasuki era baru dengan berlakunya Omnibus Law. Kehadiran BSILHK menurut Agus, diharapkan dapat mendukung implementasi regulasi tersebut melalui penyederhanaan prosedur perizinan di bidang LHK. Standar LHK akan menghasilkan investasi dan ekosistem bisnis berdasarkan prinsip public-life, menuju terciptanya pemanfaatan sumber daya alam dan hutan secara berkelanjutan, kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sosial. Dalam penerapan tugas dan fungsi BSILHK, sains dan teknologi menjadi basis pembangunan dan pengembangan standar instrumen lingkungan hidup dan kehutanan.

Prof. Dr. Dodik R. Nurrochmat, IUFRO Alternate International Council, menyampaikan materi “Reform on forestry systems and approaches beyond new era and better livelihood for communities and countries”.  Guru Besar Fakultas Kehutan IPB ini menyampaikan multiusaha kehutanan adalah salah satu strategi penting untuk meningkatkan manfaat dan produktivitas lahan hutan.  Peningkatan ini sangat penting sebagai upaya mencegah deforestasi, selain untuk meningkatkan kontribusi sektor kehutanan dalam PDB nasional sehingga dapat berkompetisi dengan tipe penggunaan lahan lainnya.

Untuk itu sebagaimana diamanahkan dalam Omnibus Law, dibutuhkan izin pemanfaatan hutan terpadu mencakup kawasan hutan, hasil hutan, dan jasa lingkungan. Termasuk membuat rencana pengelolaan, pemanfaatan, dan rencana usaha kehutanan terpadu. Dalam pemilihan program kehutanan, Dodik merekomendasikan untuk menggunakan metode penyaringan daripada pembobotan, untuk aspek sosial, ekonomi dan ekologi.

Menurut Dodik, Indonesia adalah satu dari lokasi terpenting bagi penelitian, khususnya terkait ilmu alam dan sosial, lebih khusus lagi riset kehutanan. Namun hal paling penting dari bicara tentang riset kehutanan adalah bagaimana hasil riset dapat meningkatkan produktivitas hutan dan kesejahteraan masyarakat.

Drs. Kukuh S. Achmad, M.Sc., Kepala BSN, menyampaikan materi “Establishment of national standards on environment and forestry to support its competitiveness”. Peran utama BSN disampaikan Kukuh adalah mendukung pemerintah dan dunia usaha. Terkait Kementerian LHK, sampai Juni 2021, sejumlah 347 SNI telah dikembangkan oleh 2 komite teknis lingkungan dan 3 komite teknis kehutanan, yakni 97 SNI kualitas lingkungan, 32 SNI manejemen lingkungan, 58 SNI manajemen hutan, 42 SNI HHBK, dan 118 SNI hasil hutan kayu.  Implementasinya bersifat sukarela, atau wajib apabila terkait kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan, atau pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Terkait skema akreditasi KAN (Komite Akreditasi Nasional), menurut Kukuh saat ini terdapat 6 skema yang mendukung regulasi KLHK, yakni Testing Laboratory (LP), Sustainable Forest, Timber Legality, Ecolabel, Environmental MS – SNI ISO 14001, dan Green House Gas. Sampai Agustus 2021, total sebanyak 4622 sertifikat telah diterbitkan dari 6 skema tersebut.

Kukuh menegaskan bahwa standar dan sertifikasi menjadi semakin penting di era globalisasi. Indonesia sebagai bagian dari dunia harus siap menghadapi setiap situasi. Kukuh mengingatkan agar pemerintah, industri, akademisi, para ahli, dan konsumen untuk terus berkomitmen menghasilkan standar terbaik sebagai upaya untuk melindungi negara, sekaligus meningkatkan kompetisi Indonesia di dunia.

Dr. Iman Hidayat, Pelaksana Tugas Kepala Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Hayati, BRIN, mewakili Dr. L.T. Handoko, Kepala BRIN, menyampaikan materi “Bridging collaboration research and innovation between technology and environment and forest products toward highest standard application.” Tiga isu dikemukakan Iman, yakni biodiversitas Indonesia, program pengelolaan biodiversitas saat ini, serta program BRIN dalam konservasi biodiversitas dan peningkatan produk hutan.

Menyampaikan pesan dari Kepala BRIN, Iman mengungkapkan bahwa Indonesia tidak hanya kaya oleh biodiversitas melainkan juga kaya akan produk lokal. Namun, produk lokal tersebut kebanyakan tidak dapat berkompetisi dengan produk global jika tidak memenuhi standar. Dalam konteks produk hutan, BRIN menyatakan siap melayani masyarakat dengan menyediakan teknologi untuk memberikan nilai tambah pada produk dan pemenuhan standar, sehingga dapat berkompetisi dengan negara-negara lain dan meningkatkan ekonomi lokal dan nasional.

Pembukaan dan sesi pleno The 6th INAFOR 2021 dihadiri oleh sekitar 800 peserta virtual melalui saluran Zoom dan Youtube. Untuk  sesi pararel, akan dilaksanakan pada 8 September 2021 dan akan menyajikan 5 subtema yaitu: 1) Emerging environment quality for better living; 2) Managing forest and natural resources, meeting sustainable and friendly Use; 3) Enhancing resilience capacity of disasters and climate change; 4) Engaging social-economic of environment and forestry, better social welfare; dan 5) Cutting COVID-19 transmission, handling health and economic impacts. Informasi detailnya dapat diakses pada https://inafor.forda-mof.org/ .*(DP)

 

 

Bagikan Berita / Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *