Di Hari Kemerdekaan, Lima Individu Orangutan Kembali Ke Habitat

Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TANAKAYA) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat dan Yayasan IAR Indonesia (YIARI) kembali melepasliarkan 5 (lima) individu orangutan di dalam kawasan TANAKAYA. Kelima individu orangutan yang dilepasliarkan terdiri dari induk dan anak orangutan bernama Franky dan Oso, satu orangutan betina bernama Bonita, serta dua orangutan jantan bernama Noel dan Pedro. Kegiatan pelepasliaran dilakukan secara simbolis dari kantor SPTN Wilayah I Nanga Pinoh oleh Bupati Melawi pada tanggal 18 Agustus 2021.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem – KLHK, Wiratno, menyampaikan pesan pentingnya optimisme dalam setiap upaya yang kita lakukan untuk pelestarian satwa liar. Orangutan merupakan salah satu flagship species yang terus menjadi prioritas Kementerian LHK melalui berbagai upaya konservasi agar keberadaannya di alam tetap terjaga dan berkembangbiak dengan baik.

“Saya sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang mendukung kegiatan pelepasliaran ini. Kita menyadari bahwa upaya konservasi tidak bisa dikerjakan sendiri-sendiri, kita perlu bergandengan dengan pemerintah daerah, kementerian/ lembaga lain, perguruan tinggi, masyarakat setempat, pelaku bisnis, lembaga-lembaga masyarakat dan media,” ungkapnya.

Bupati Melawi, H. Dadi Sunarya Usfa Yursa, dalam sambutannya menyampaikan kegiatan pelepasliaran yang dilaksanakan pada bulan Agustus ini bertepatan dengan tiga momen spesial yaitu peringatan Hari Konservasi Alam Nasional tanggal 10 Agustus, Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus dan Hari Orangutan Internasional tanggal 19 Agustus.

“Melalui ketiga momentum di atas, marilah kita bersama-sama dengan semangat pantang menyerah berupaya untuk tetap terus maju untuk mencapai masa depan yang lebih baik, salah satu upaya yang dilaksanakan secara bersama-sama diantaranya adalah melestarikan keanekaragaman hayati Indonesia sebagai aset negara dan kebanggaan bangsa melalui upaya konservasi yang sistematis yakni perlindungan sistem pendukung kehidupan, pelestarian keanekaragaman spesies dan ekosistemnya diantaranya melalui kegiatan pelepasliaran satwa, dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan,” katanya.

Lebih lanjut, Dadi menyampaikan dukungan dan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam pelepasliaran orangutan ini dan mengingatkan kembali peran penting orangutan di alam.

“Sebagai satwa yang dilindungi dengan status kritis, orangutan tidak hanya menjadi perhatian para pihak ditingkat nasional namun juga internasional, untuk itu perlu dukungan kita bersama dalam pelestariannya,” ujar Dadi.

Orangutan merupakan salah satu spesies kera besar yang keberadaannya sangat penting dalam menjaga keseimbangan dan kesehatan ekosistem. Keberadaan orangutan yang berhasil berkembang biak menjadi salah satu indikator kondisi hutan yang masih baik, tidak hanya untuk orangutan tapi juga satwa-satwa lainnya. Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) merupakan satwa yang dilindungi UU No. 5 tahun 1990 dan masuk dalam redlist IUCN dengan status Critically endangered/ Kritis.

Kepala Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya, Agung Nugroho, mengatakan bahwa pelepasliaran ini adalah rangkaian kegiatan pelepasliaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) oleh Kementerian LHK yang mengangkat tema “Living in Harmony With Nature: Melestarikan Satwa Liar Milik Negara”. Kegiatan pelepasliaran merupakan proses panjang yang dimulai dari penyelamatan/ rescue satwa dilanjutkan dengan proses rehabilitasi, kemudian pelepasliaran ke habitatnya dan monitoring berkala untuk memastikan satwa dapat hidup dan berkembangbiak agar dapat memenuhi fungsinya secara ekologi di alam.

Kawasan TANAKAYA dipilih sebagai lokasi pelepasliaran setelah melalui serangkaian kegiatan dan kajian, antara lain berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, jumlah dan jenis pohon pakan orangutan yang tersedia cukup tinggi dan kondisi habitat yang sesuai.

“Semua kegiatan dan kajian ini dilakukan untuk memastikan semua orangutan yang telah dilepasliarkan dapat hidup aman dan nyaman. Ketika pelepasliaran dilakukan bukan berarti kerja kita selesai. Tim monitoring yang melibatkan masyarakat setempat akan tetap bekerja untuk memastikan setiap orangutan yang dilepasliarkan dapat beradaptasi dengan habitat barunya dan terjaga dari gangguan. Harapannya, orangutan yang dilepaskan di dalam kawasan TANAKAYA ini mampu membentuk populasi baru dan mempertahankan eksistensi spesiesnya,” ucapnya.

Sampai saat ini, Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya bersama BKSDA Kalimantan Barat dan mitra YIARI telah melepaskan 61 orangutan sejak tahun 2016. Sedangkan total pelepasliaran yang telah dilakukan sejak tahun 2016 diseluruh kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya yang berada di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah adalah sebanyak 232 individu dan termonitor kelahiran baru di alam sebanyak 5 (lima) individu.

Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta menyampaikan bahwa lima individu orangutan yang akan dilepaskan ini berasal dari hasil penyelamatan dan penyerahan masyarakat. Semuanya telah melalui proses rehabilitasi dan berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan pre-rilis kelima orangutan ini telah dinyatakan sehat serta memiliki perilaku yang dapat menunjang kehidupan di alam liar.

Kelimanya merupakan orangutan hasil rehabilitasi yang diselamatkan dari kasus pemeliharaan ilegal satwa liar dilindungi. Franky diselamatkan dari pemeliharaan satwa liar dilindungi yang ilegal pada 11 tahun yang lalu di Kabupaten Kubu Raya. Ketika menjalani masa rehabilitasi, Franky melahirkan anak orangutan yang kemudian diberi nama Oso. Sejak lahir empat tahun yang lalu, Oso dan Franky ditempatkan di hutan khusus dalam kawasan pusat penyelamatan dan konservasi orangutan IAR Indonesia di Sungai Awan, Ketapang, Kalimantan Barat, sehingga dari kecil, Oso sudah mempunyai sifat semi-liar, tidak dekat dengan manusia, cenderung menjauh, dan selalu beraktivitas di atas pohon.

Sementara itu, Bonita yang saat ini berusia 11 tahun dulunya diselamatkan pada Januari 2014 di Desa Pematang Gadung dari seorang warga yang mengaku mendapatkan bayi orangutan ini dari tangan pemburu. Sedangkan Noel dulunya diselamatkan dari tangan warga Kecamatan Matan Hilir Utara, Ketapang pada Februari 2012 dan Pedro diselamatkan dari pemeliharaan oleh masyarakat di Kabupaten Kapuas Hulu pada Agustus 2010.

Setelah diselamatkan, mereka menjalani proses rehabilitasi di Pusat Penyelamatan dan Konservasi Orangutan YIARI. Proses rehabilitasi yang cukup panjang ini tidak mudah dan bisa berlangsung lama tergantung kemampuan masing-masing individu.

Rehabilitasi ini diperlukan untuk mengembalikan sifat dan kemampuan alami orangutan untuk bertahan hidup di habitat aslinya. Di alam bebas, bayi orangutan akan tinggal bersama induknya sampai usia 7-8 tahun untuk belajar dari induknya bagaimana bertahan hidup di alam sebagai orangutan. Karena bayi orangutan ini dipaksa berpisah dengan induknya untuk dijadikan peliharaan, bayi orangutan ini kehilangan kesempatan untuk menguasai kemampuan bertahan hidupnya.

Perjalanan menuju titik pelepasan di kawasan TANAKAYA ini memerlukan waktu tempuh yang cukup panjang. Perjalanan dimulai dengan menempuh perjalanan darat dari Kabupaten Ketapang menuju Kabupaten Melawi sejauh kurang lebih 700 kilometer dan kemudian dilanjutkan dengan menggunakan perahu mesin dan berjalan kaki selama kurang lebih 4-6 jam menuju titik pelepasan.

Setelah pelepasliaran secara simbolis pada hari ini, kelima individu ini akan tiba dan menghuni rumah barunya di kawasan TANAKAYA pada tanggal 19 Agustus 2021 bertepatan dengan Hari Orangutan Internasional.

____________

Sumber Berita :

www.menlhk.go.id
www.ppid.menlhk.go.id

Bagikan Berita / Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *