Mobilisasi Peran Birokrasi Standardisasi LHK di Tingkat Tapak

Untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya perkembangan ekonomi dan investasi, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) diterbitkan Pemerintah. Undang-Undang ini membawa perubahan baru di satu sisi menguatkan ekonomi, di sisi lain memastikan kualitas lingkungan tetap terjaga dengan baik. Untuk itu, dibutuhkan instrumen- instrumen standar lingkungan hidup dan kehutanan (LHK).

“Terdapat 2 (dua) agenda besar standardisasi,” papar Dr. Ir. Agus Justianto, M.Sc, Plt. Kepala Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) saat membacakan arahan Sekretaris Jenderal KLHK dalam apel pagi lingkup KLHK, Senin 18 Oktober 2021.

Pertama menurut Agus adalah standar terkait dengan perizinan dan persetujuan baik perizinan berusaha, persetujuan dasar, maupun persetujuan penggunaan/pemanfaatan kawasan hutan. Kedua, adalah standar non perizinan yaitu standar produk dan standar lain seperti standar proses dan pelayanan.

Kedua agenda tersebut akan dikerjakan oleh BSILHK sebagai unit kerja eslon 1 baru di KLHK. Badan ini akan memproduksi, mengimplementasikan, memantau, dan melakukan koreksi atau penyesuaian-penyesuaian standar LHK. Melalui implementasi standar-standar yang dibangun, maka diharapkan usaha-usaha kehutanan terus meningkat, dan dalam waktu yang sama sekaligus kualitas lingkungan hidup terkendali.

Dalam pelaksanaannya terdapat 4 (empat) prioritas pengendalian lingkungan dan pengendalian hutan yang harus segera dikerjakan oleh BSILHK. Pertama, pemetaan pelaku usaha dan entitas yang aktivitasnya berdampak pada lingkungan. Kedua, percepatan inventarisasi jenis standar untuk pengendalian lingkungan. Ketiga, pembagian peran dengan entitas standardisasi secara nasional, serta yang terakhir adalah membangun standar instrumen untuk mengukur keberhasilan/kegagalan pengendalian dampak lingkungan dan pengendalian dampak usaha hutan dan kehutanan.

“BSILHK tidak cukup memproduksi standar, namun juga yang lebih penting lagi adalah memastikan standar yang dibangun diimplementasikan para pelaku-pelaku usaha bidang LHK,” tegas Agus.

Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) sendiri dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 92 tahun 2020 tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Struktur organisasi ditetapkan melalui Peraturan Menteri LHK Nomor 15 tahun 2021.

Secara organisasi, BSILHK ditopang oleh 4 Pusat yaitu Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup, Pusat Standardisasi Instrumen Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim, serta Pusat Fasilitasi Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

BSILHK memiliki wilayah kerja seluruh provinsi Indonesia, yaitu Wilayah I (Barat) dan Wilayah II (Timur).  Wilayah tersebut ditopang oleh birokrasi di tingkat tapak yakni 2 (dua) Balai Besar Standardisasi dan 13 Balai Standardisasi di seluruh Indonesia.

Balai-balai ini akan bekerja membangun dan memastikan standar LHK diimplementasikan oleh pelaku usaha dan bisnis serta kegiatan-kegiatan yang berimplikasi pada kualitas lingkungan dan kelestarian hutan. Seluruh perangkat kerja yang dimiliki balai harus mampu dimobilisasi untuk mengoptimalkan tugas-tugas lingkungan hidup dan hutan.

BSILHK tidak dapat bekerja secara sendirian. Seluruh unit kerja eselon I Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan diharapkan mengambil vektor yang sama, saling mengisi dan menguatkan satu dengan yang lain karena semakin hari tantangan lingkungan hidup dan kehutanan semakin tinggi. Seluruh jajaran KLHK dari pusat hingga daerah, dari meja hingga tapak diharapkan aktif terlibat dan ikut memikirkan cara-cara terbaik melakukan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan.

Agus mengingatkan bahwa masa depan lingkungan hidup dan kehutanan ini akan menjadi lestari atau sebaliknya, ada dipundak para ASN KLHK. Jajaran di tapak juga harus sensitif terhadap sinyal-sinyal penurunan kualitas lingkungan dan alarm kerusakan Kawasan hutan.  Disadari, kegiatan-kegiatan usaha penggunaan pemanfaatan sumberdaya alam seringkali dihadapkan pada kekuatan-kekuatan ekstralegal, bahkan yang ilegal dapat masuk ke rantai legal. Birokrasi tapak tidak boleh ragu mengambil peran dalam pengendaliannya. Oleh karenanya orang nomor satu di BSILHK ini mengajak semuanya agar senantiasa berupaya terbaik menjaga hutan tetap lestari dan kualitas lingkungan hidup terjaga.

Arahan ini diharapkannya agar menjadi pedoman untuk mewujudkan standar LHK yang Tangguh, Tanggap, Mutu, untuk lingkungan hidup dan kehutanan yang lebih baik saat ini dan kedepan.

“Saya pesankan kembali, tetap jaga kondusifitas, jaga psikologi sosial tetap stabil, terus bantu masyarakat yang saat ini baru melangkahkan roda usaha usahanya setelah didera implikasi ekonomi akibat Covid-19. Saudara adalah kehadiran negara di tingkat tapak,” tutup Agus. (MFF/DP/YS)

Bagikan Berita / Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *