Perhutanan Sosial Dan Masyarakat Adat Promosikan Kepemimpinan Lokal Untuk Capai FoLU Net Sink 2030

Perhutanan Sosial mempunyai peran yang besar dalam mewujudkan pengendalian perubahan iklim melalui konservasi hutan dan penghidupan masyarakat sekitar, mengingat jutaan masyarakat menggantungkan kehidupannya pada hutan. Kontribusi praktik pengelolaan Perhutanan Sosial mendukung Perubahan Iklim dalam kegiatan mitigasi dan adaptasi melalui pengurangan emisi dari deforestasi, pengurangan emisi dari degradasi hutan, konservasi stok karbon hutan, manajemen hutan yang berkelanjutan, dan peningkatan stok karbon hutan.

Perhutanan Sosial untuk pertama kalinya termaktub dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang menyatakan bahwa pemanfaatan Hutan Lindung dan Hutan Produksi dapat dilakukan dengan Perhutanan Sosial, yang diatur lebih lanjut dalam PP No. 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Permen LHK No. 9/2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Bambang Supriyanto menyampaikan capaian distribusi akses Perhutanan Soslai saat ini adalah 4,8 juta hektar di 33 provinsi dari target nasional 12,7 juta hektar. Dari jumlah tersebut, capaian hutan adat seluas 1,1 juta hektar. Penetapan hutan adat ini, ditujukan untuk memberikan ruang hidup bagi masyarakat adat, dan melindungi hak-hak adat dan kearifan lokal dalam menjaga hutan.

“Perhutanan Sosial memegang peran penting dalam kontribusi Perubahan Iklim dan Net Sink FOLU 2030, karena berbasis grass root management dan forest management. Masyarakat memperoleh benefit dari sana sehingga akan menjaga hutan sekaligus turut berperan dalam penyerapan karbon. Perhutanan Sosial juga merupakan kunci dalam peningkatan ekonomi dan resolusi konflik,” katanya dalam Talkshow Paviliun Indonesia COP 26, dengan tema Social Forestry and Adat Community: Promoting Local Leadership for Indonesia Net Sink FOLU 2030 in Climate Actions, di Jakarta, Kamis (4/11/2021).

Talk show ini bertujuan untuk share learning bagaimana kontribusi PS dalam Net sink FOLU 2030 melalui kebijakan nasional, lesson learn praktik-praktik pengelolaan Perhutanan Sosial oleh masyarakat dan masyarakat adat serta kepemimpinan lokal dalam menjaga kearifan lokal dalam Hutan Adat. Selain Dirjen PSKL turut hadir sebagai narasumber dalam talk show tersebut yaitu Project Leader Strengthening of Social Forestry (SSF) Project Dede Rohadi, Swary Utami Dewi dari NGO Kawal Borneo, Agung Wibowo dari Koalisi Hutan Adat, dan Kynan Tegar dari Dayak Iban.

 

Kolaborasi internasional dan kehadiran para pendamping, champion lokal dalam kepemimpinan dan pendampingan Perhutanan Sosial dan Hutan Adat juga memegang peranan penting dalam keberhasilan Perhutanan Sosial, dan dalam implementasinya dalam pencapaian Indonesia Net Sink FoLU 2030 termasuk peran perempuan.

Dalam project SSF sebagai salah satu contoh keterlibatan internasional melalui Global Environment Facility (GEF) merupakan contoh nyata kerjasama dengan target emisi 9,2 MtCO2 melalui kegiatan–kegiatan Perhutanan Sosial. Salah satu bentuk pendampingan nyata adalah sekolah lapang dalam peningkatan kapasitas masyarakat adat yang dilakukan oleh Koalisi Hutan Adat. Agung menyampaikan pentingnya memasukan kearifan lokal dan traditional knowledge diintegrasikan dalam sistem pendidikan nasional.

Sebagai gambaran bagaimana masyarakat adat menjaga kearifan lokal dalam menjaga hutan disampaikan oleh Kynan Tegar dan apresiasi kepada pemerintah atas penetapan Hutan  Adat Iban seluas kurang lebih 9 ribu hektar, serta pentingnya peran kaum milenial untuk kembali  ke kampung dan menjaga hutan.

____

Jakarta, KLHK, 5 November 2021

Sumber Berita:

www.menlhk.go.id
www.ppid.menlhk.go.id

Bagikan Berita / Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *