Merintis Standardisasi di Tapak, Perempuan Tampil Memberikan Cakrawala Baru

Badan Standardisasi Instrumen LHK baru lahir. Kondisi-kondisi pemungkin agar lembaga baru ini bekerja, sedang terus ditorehkan. Meletakkan landasan pikir pengendalian lingkungan, mengenalkan kualitas air, udara dan zat-zat berbahaya.

(BSILHK). “Kemajuan Indonesia membutuhkan dukungan kemajuan keluarga dimana perempuan sebagai ibu menjadi penentu ritme  irama dinamika keluarga dan dinamika bangsa”. Adalah pesan Ibu Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada peringatan Hari Ibu ke 39 Tahun 2021 bertema Perempuan Berdaya Indonesia Maju. Pesan tersebut disampaikan di kanal-kanal sosial media Kementerian KLHK,  yang dirilis pada 22 Desember 2021.

Siti mengungkapkan bahwa perempuan berdaya, tidak hanya memajukan perempuan, tetapi juga menjadi salah satu kunci kemajuan negara.  Perempuan tidak hanya menjadi figur penting dalam keluarga, tapi juga menjadi figur negara yang menentukan kualitas bangsa di masa depan. Karena sejatinya, perempuan-perempuan yang berdaya, merupakan wujud Indonesia yang maju.

“Perempuan berdaya, inti keluarga, sumber daya Indonesia tangguh dan Indonesia tumbuh”, ujar Siti Nurbaya, salah satu  role model perempuan berdaya, figur keluarga dan negara yang telah berdarma untuk kemajuan bangsa khususunya dalam bidang pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan.

Sejalan dengan semangat Ibu Menteri, bertepatan dengan hari Ibu, Badan Standardisasi Instrumen  Lingkungan Hidup dan Kehutanan  (BSILHK) menyelenggarakan Bimbingan Teknis Pengenalan Standar Pengukuran Kualitas Lingkungan.  Spesial di Hari Ibu, narasumber bimbingan teknis adalah tiga srikandi, figur perempuan berdaya BSILHK.

Kegiatan ini memberikan pengenalan seluruh staf sumber daya manusia  satuan kerja lingkup BSILHK yang nantinya akan menjadi backbone dalam standar pengukuran kualitas  lingkungan terutama kualitas air dan udara serta pengukuran dampak limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Ketiga narasumber, Ernawita Nazirl, Rina Aprishanty, dan Yunesfi Sofyan  merupakan para ibu sekaligus juga tenaga  fungsional pengendali dampak lingkungan yang berpengalaman dibidangnya. Hadir dalam kesempatan tersebut baik secara virtual maupun faktual sebanyak 76 perempuan dan 56 laki-laki.

Tampilnya srikandi BSILHK dan antusiasme  peserta perempuan mengikuti bimbingan teknis,  menunjukkan makin banyaknya peran Ibu-ibu di Badan Standardisasi Instrumen LHK sekaligus memperkuat pengarusutamaan gender di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dengan kata lain,  bahwa  perempuan sebagai figur penting keluarga mampu  tampil digarda terdepan dalam segala sektor pembangunan.   Dengan jumlah perempuan yang mengisi hampir setengah dari populasi Indonesia, tidak berlebih bila dikatakan bahwa kemajuan perempuan akan menjadi kemajuan bangsa.

Pengendalian Lingkungan Hidup

Untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya perkembangan ekonomi dan investasi, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK). Undang-undang  ini membawa perubahan baru di satu sisi menguatkan ekonomi, di sisi lain memastikan kualitas lingkungan tetap terjaga dengan baik. Untuk itu, dibutuhkan instrumen-instrumen standar lingkungan hidup dan kehutanan (LHK).

Terdapat 2 (dua) agenda besar standardisasi, yaitu pertama, standar terkait dengan perizinan dan persetujuan baik perizinan berusaha, persetujuan dasar, maupun persetujuan penggunaan/pemanfaatan kawasan hutan. Kedua, adalah standar non perizinan yaitu standar produk dan standar lain seperti standar proses dan pelayanan.

Dalam pelaksanaannya terdapat 4 (empat) prioritas pengendalian lingkungan dan pengendalian hutan yang harus segera dikerjakan oleh BSILHK. Pertama, pemetaan pelaku usaha dan entitas yang aktivitasnya berdampak pada lingkungan. Kedua, percepatan inventarisasi jenis standar untuk pengendalian lingkungan. Ketiga, pembagian peran dengan entitas standardisasi secara nasional, serta yang terakhir adalah membangun standar instrumen untuk mengukur keberhasilan/kegagalan pengendalian dampak lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengendalian dampak usaha hutan dan kehutanan.

Standar Pengukuran Kualitas Air

Air merupakan sumber daya alam paling penting di bumi sebab menjadi esensi dari semua kehidupan. Hal tersebut salah satunya bisa dilihat dari unsur air di bumi yang berjumlah dua pertiga dari permukaan bumi yang merupakan air. Bahkan sekitar 60%-70% dari komponen tubuh manusia terdiri dari air.

Air sangat rentan terhadap polusi. Sebagai pelarut universal, air  mampu melarutkan lebih banyak zat daripada cairan lain. Itulah sebabnya air sangat mudah tercemar. Pencemaran air, seperti air laut, air permukaan (danau, sungai),  air tanah, air sumur  dan lain lain,  biasanya disebabkan oleh aktivitas manusia. Perubahan  sifat fisik, kimia, atau biologi dari air  akan  merugikan organisme hidup. Oleh sebeb itu perlu di tentukan suatu cara /metode yang standard untuk mengetahui kualitas suatu badan air. Dengan melakukan  pengujian dan pengkuran   terhadap beberapa parameter, sesuai dengan zat  yang  mencemari.

Ada Parameter fisika, parameter kimia dan parameter biologi. Parameter fisika diantaranya suhu, kekeruhan, warna, daya hantar listik (DHL), jumlah zat padat terlarut (TDS), rasa, dan bau. Parameter kimia diantaranya yaitu Oksigen terlarut (DO), Nitrat (NO3), Nitrit (NO2), Amoniak (NH3), dan Fosfat (PO4), sedangkan untuk parameter biologi yaitu plankton dan bentos.

Beberapa standar lingkungan dalam bentuk  baku mutu lingkungan telah diterbitkan oleh KLHK sebelumnya. Standar atau baku mutu lingkungan ini terdiri dari total 49 paremeter pencemar yang ditenggarai masuk ke lingkungan melalui badan air (sungai, laut, danau dan situ). Dari begitu banyaknya parameter lingkungan ada 6 atau 7 parameter yang menjadi parameter kunci (key parameter) setiap jenis industri. Misalnya temperature, pH, BOD, COD, TSS, Minyak dan lemak, ammonia adalah kandungan pencemar yg ada pada semua industri.  Disamping itu parameter seperti beberapa logam berat juga menyertai pencemar pada  industri tertentu.

Standar Pengukuran Kualitas Udara

Kualitas udara di toposfer, lapisan atmosfer paling bawah yang biasa disebut sebagai udara ambien, dipengaruhi oleh berbagai sumber (emisi); baik sumber alamiah seperti gunung berapi maupun sumber antropogenik antara lain emisi cerobong pabrik (point source), emisi kendaraan bermotor (line source) maupun emisi tempat pembuangan akhir, TPA (area source). Emisi dari berbagai usaha/kegiatan tersebut akan mempengaruhi kualitas udara sekitarnya yaitu udara ambien, sehingga agar kualitas udara ambien masih aman bagi manusia dan ekosistem sekitaranya perlu dilakukan pengendalian terhadap sumber tersebut. Oleh sebab itu dibutuhkan pengendalian di sumber dan pengendalian melalui standar kualitas udara atau Baku Mutu dimana untuk udara ambien diatur di dalam PP No 22 tahun 2021 Lampiran VII untuk 7 parameter kualitas udara yaitu: SO2, CO, NO2, Oksidan, Hidrokarbon non metana, TSP, PM10, PM2.5 dan Timbal (Pb). Adapun seluruh parameter tersebut telah tersedia standar pengukuran nasionalnya sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), mencakup standar penentuan titik sampling, sampling dan pengujiannya. Adapun untuk pengaturan Baku Mutu Emisi mengikuti jenis kegiatannya, antara lain kegiatan pembangkit listrik, industri semen, industri pulp and paper dan insinerasi. Untuk SNI pengukuran udara emisi pada umumnya mencakup parameter sisa pembakaran yaitu partikulat, SO2 dan NOx.

Disamping parameter pencemar yang telah diatur dalam regulasi nasional juga terdapat parameter yang tidak diatur secara nasional tetapi secara regional di Asia disepakati dimonitoring melalui jaringan pemantauan, seperti Hujan Asam dan dimonitoring secara global seperti merkuri. Standar pengukuran dalam jaringan ini umumnya mengikuti pedoman yang disepakati dan /atau acuan standar internasional (misalkan USEPA). Adapun untuk parameter organik berbahaya seperti dioksin yang terbentuk dalam pembakaran bahan yang mengandung plastik sudah diatur di dalam standar emisi insinerator dan proses co-processing di pabrik semen; akan tetapi belum tersedia SNI nya dikarenakan belum ada lab di Indonesia yang mampu melakukannya saat ini.

Standar Pengukuran Limbah B3

Pembangunan di bidang industri dapat menghasilkan barang yang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat, namun di sisi lain industri itu juga akan menghasilkan limbah yang dapat merugikan makhluk hidup dan lingkungan.

Limbah adalah bahan pembuangan tidak terpakai yang berdampak negatif bagi masyarakat jika tidak dikelola dengan baik.  Limbah merupakan sisa produksi, baik dari alam maupun hasil kegiatan manusia. Limbah berdasarkan bentuknya terdiri dari limbah cair, limbah gas/udara, dan limbah padat.  Berdasarkan kategori bahaya, limbah dikelompokkan atas limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dan limbah non B3.

Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Untuk menghilangkan atau mengurangi resiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 perlu dikelola secara khusus.

Untuk mengetahui apakah suatu limbah itu B3 atau bukan, dilakukan uji karakteristik Limbah B3 yang pengujiannya serta parameternya dijelaskan di dalam  Permen LHK No. 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah B3. Pengujian karakteristik limbah B3

Bagikan Berita / Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *