Pekerjaan Rumah dari Pertemuan UNEA 5.2

Resolusi Danau usulan Indonesia berhasil diadopsi dalam Pertemuan UNEA 5.2. Setelahnya, pekerjaan rumah menanti untuk implementasi di tingkat nasional dan global.  Melaksanakannya tentu butuh upaya holistik. Lalu, bagaimana peran standar instrumen LHK untuk mendukung implementasi resolusi tersebut?

[BSILHK]_Sejarah baru kembali ditorehkan Indonesia dalam Pertemuan Majelis Lingkungan PBB (United Nations Environment Assembly, UNEA) 5.2, Nairobi, awal Maret 2022. Seruan Indonesia untuk mengelola danau secara berkelanjutan melalui rancangan Resolusi Sustainable Lake Management (Resolusi Danau), berhasil disepakati dan diadopsi oleh negara-negara anggota UNEA, Rabu (2/3).

Delegasi Republik Indonesia yang hadir secara in-person dipimpin oleh Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), Laksmi Dhewanthi, didampingi oleh unsur Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan KBRI Nairobi.  Tim KLHK yang hadir in-person terdiri atas unsur Biro Kerja Sama Luar Negeri, Direktorat Rehabilitasi Perairan Darat dan Mangrove, dan Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK).

Laksmi yang juga sebagai Vice President UNEA 5 menyampaikan bahwa Delegasi Indonesia berjuang keras menembus proses negosiasi yang panjang dan sangat alot karena banyak negara anggota yang memiliki kepentingan masing-masing. Namun demikian, Indonesia berhasil menyatukan persepsi dan mengakomodir berbagai kepentingan negara-negara yang berbeda pandangan untuk mendukung pentingnya Resolusi Danau ini.

Baca juga: Indonesia Golkan Resolusi Danau di PBB

Resolusi usulan Indonesia ini merupakan bagian dari upaya mencapai sasaran Sustainable Development Goals (SDGs) butir 6.6 untuk melindungi dan memulihkan ekosistem yang berhubungan dengan air, termasuk danau. Resolusi ini mendorong pelaksanaan perlindungan, konservasi, restorasi, serta pemanfaatan danau secara berkelanjutan. Resolusi ini diharapkan dapat mewujudkan kesehatan ekosistem danau, baik dari kualitas air, erosi dan sedimentasi, hingga keanekaragaman hayati.

Kesepakatan final Resolusi Danau ini diperoleh pada sesi pleno penutupan UNEA 5.2, setelah sebelumnya beberapa elemen telah disepakati pada sesi Open-Ended Meeting of the Committee of Permanent Representatives (OECPR-5.2) dan sesi informal pada akhir pekan. Kesepakatan final dicapai dengan menggunakan agreed language untuk menjembatani isu transboundary lakes menggunakan target SDGs 6.5 terkait integrated water resource management. Target tersebut di dalamnya mencakup kerja sama lintas batas negara dengan pendekatan yang terintegrasi, lintas sektor, kolaboratif dan koordinatif.  Isu ini alot dibahas karena menyinggung permasalahan politik lintas negara. Negara anggota yang memiliki concern terkait isu ini antara lain Mesir, Ethiopia, Irak, Argentina dan Chile.

Pada sesi pleno UNEA 5.2 tersebut, Indonesia menyampaikan National Statement, yang disampaikan oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya, melalui pre-recorded video.  Menteri Siti menggarisbawahi beberapa pesan pokok berikut:

  1. Komitmen Indonesia pada perlindungan dan restorasi lingkungan melalui eksplorasi pengetahuan dan implementasi kebijakan menjadi aksi di tingkat tapak;
  2. Permintaan dukungan untuk menerapkan Pengelolaan Danau Berkelanjutan serta permintaan dukungan UNEP untuk memfasilitasi pengarusutamaan pengelolaan danau berkelanjutan dalam agenda global dan memperkuat kolaborasi di antara negara-negara anggota; dan
  3. Ajakan untuk memperkuat aksi kemitraan global untuk mengatasi tantangan lingkungan global, termasuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan secara kolektif menuju pemulihan yang berkelanjutan (sustainable recovery).

Baca juga: Indonesia Dorong Pengelolaan Danau Berkelanjutan pada UNEA 5.2

Selain Resolusi Danau, delegasi Indonesia di Nairobi berhasil memasukkan sejumlah kepentingan Indonesia dalam berbagai sesi termasuk pada resolusi keluaran UNEA 5.2 lainnya. Di antaranya Indonesia memberikan masukan pada resolusi mengenai marine litter and plastic pollution, future of Global Environment Outlook (GEO), dan animal welfare.  Termasuk menyampaikan intervensi pada Side Events Sustainable Ocean terkait tindak lanjut resolusi perlindungan lingkungan laut dan upaya-upaya dalam pengarusutamaan isu kelautan di forum internasional.

Pada sesi Ministerial Declaration, Indonesia berhasil memasukan elemen mengenai Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST) dan rujukan mengenai pengelolaan ekosistem berkelanjutan termasuk danau, yang selaras dengan resolusi yang diusulkan oleh Pemerintah Indonesia. Termasuk masukan Indonesia pada Deklarasi Politik peringatan 50 tahun berdirinya United Nations Environment Program (UNEP) atau UNEP@50.

Baca juga: Rayakan UNEP@50, Indonesia Sampaikan Capaian Ekonomi Hijau dan Penurunan Emisi Karbon

Pada sesi Leadership Dialogue bertema Strengthening Actions for Nature to Achieve the SDGs, Ketua Delri menyampaikan intervensi Indonesia terkait 1) komitmen Indonesia pada implementasi SDGs; 2) perkembangan hasil dari penguatan kebijakan di sektor kehutanan (sustainable forest management), termasuk Folu Net Sink 2030; 3) perlindungan kawasan laut yang sudah mencapai 28,1 juta ha (86,5%) dan secara optimis dapat tercapai 100% (32,5 juta ha) di 2030, dan 4) Presidensi G20 Indonesia pada 2022.

Pertemuan UNEA 5.2 ini dihadiri oleh 175 United Nations Member States dengan 3.000 delegasi hadir in-person dan 1.500 delegasi hadir secara virtual. Selain hadir in-person, Delegasi Indonesia juga menghadiri secara virtual yang terdiri atas unsur KLHK, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan KBRI Nairobi.

Acara yang berlangsung pada 28 Februari 2022 sampai 2 Maret 2022 dibuka dan ditutup oleh Menteri Lingkungan Hidup Norwegia, Mr. Espen Barth Eide selaku Presiden UNEA 5. Pada sesi penutupan telah diadopsi 14 resolusi, 1 keputusan, 1 Deklarasi Menteri, dan 1 Deklarasi Politik. Deklarasi politik Sidang Khusus UNEA ditujukan untuk memperingati 50 tahun berdirinya UNEP (UNEP @50).

Empat belas resolusi tersebut adalah: 1) Marine Plastic Pollution dan Framework for Addressing Plastic Product Pollution Including Single-Use Plastics; 2) Science-Policy Panel to Support Action on Chemicals; 3) Waste and Pollution; 4) Sound Management of Chemical and Waste; 5) Sustainable Nitrogen Management; 6) Nature-Based Solutions; Biodiversity and Health; 7) Animal Welfare Environment and Sustainable Development Nexus; 8) Sustainable Lake Management; 9) Sustainable and Resilient Infrastructure; 10) Mineral Resource Governance; 11) Green Recovery; 12) Circular Economy; 13) Future of Global Environment Outlook; dan 14) Equitable Geographical Representation and Balance in the UNEP Secretariat.

Pasca-UNEA 5.2

Keberhasilan Indonesia mengusung Resolusi Danau dalam Pertemuan Majelis Lingkungan PBB ini adalah langkah awal memperjuangkan pengelolaan danau berkelanjutan di tingkat nasional dan global. Sebagai tindak lanjutnya, Indonesia sebagai pengusul Resolusi Sustainable Lake Management perlu melakukan komunikasi intensif dengan UNEP serta menggalang kemitraan dan mobilisasi sumber daya untuk memastikan agar resolusi tersebut dapat diimplementasikan dan dilaporkan hasil capaiannya pada persidangan UNEA 6.

Laporan Delegasi Indonesia pada pertemuan UNEA 5.2 menggarisbawahi bahwa hasil-hasil pertemuan tersebut perlu ditindaklanjuti di tingkat nasional dengan tetap memperhatikan kebijakan, strategi dan program pembangunan yang sedang berjalan. Mengingat pentingnya upaya segera untuk melaksanakan berbagai resolusi UNEA 5, perlu dilaksanakan diseminasi hasil UNEA 5 dan kerja sama lintas kementerian/lembaga dengan melibatkan berbagai kelompok pemangku kepentingan.

Pada tingkat global, Indonesia dapat mendorong kolaborasi implementasi berbagai resolusi UNEA, khususnya mengenai sustainable lake management melalui kerangka South-South and Triangular Cooperation (SSTC). Hasil-hasil dari UNEA 5.2 ini juga diharapkan dapat meningkatkan peluang kerja sama di bidang lingkungan hidup, baik regional maupun global.

Standar Instrumen Menjadi Pemandu

Mengimplementasikan Resolusi Sustainable Lake Management atau pengelolaan danau berkelanjutan tentu membutuhkan upaya holistik. Berbagai aspek mulai dari kebijakan, program, kegiatan, perizinan, promosi, sampai monitoring dan evaluasi, termasuk penegakan hukumnya menjadi kesatuan upaya yang berkontribusi pada pencapaian target resolusi. Apalagi jika termasuk transboundary lakes, maka tantangan yang dihadapi juga semakin kompleks. Lalu, bagaimana peran standar instrumen LHK untuk mendukung implementasi resolusi tersebut?

Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK), sebagai lembaga di KLHK yang mendapat mandat mengawal usaha-usaha pemanfaatan SDA yang berimplikasi pada kualitas lingkungan hidup dan kelestarian hutan, berkomitmen untuk mendukung implementasi Resolusi Danau tersebut. BSILHK berperan menguatkan safeguard untuk mengendalikan kualitas lingkungan hidup dan hutan tetap terjaga dengan baik.

Sekretaris BSILHK, Nur Sumedi, saat ditemui di ruang kerjanya pasca menghadiri pertemuan UNEA 5.2, menjelaskan bahwa peran standar instrumen LHK sangat penting untuk mendukung tercapainya target Resolusi Danau. Menurutnya, setelah resolusi diadopsi maka langkah selanjutnya adalah menyusun program, rencana aksi, dan tata waktu implementasi resolusi. Standar-standar instrumen LHK sebagai safeguards sangat dibutuhkan untuk memandu implementasinya, baik pada level makro yaitu standar pengelolaan danau berkelanjutan, dan level mikro misalnya standar erosi, kualitas air, dll.

Hal tersebut dilakukan dengan koridor tugas pokok dan fungsi BSILHK menyelenggarakan koordinasi dan perumusan, pengembangan, serta penerapan standar dan penilaian kesesuaian standar instrumen di bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Hal terpenting berikutnya adalah memastikan bahwa standar-standar yang dibangun diimplementasikan oleh para pemangku kepentingan.

Dalam konteks resolusi yang diusung Indonesia pada Pertemuan UNEA ini, penguatan safeguards lingkungan tentu tidak terbatas pada Resolusi Danau saja.  Resolusi yang diusung pada pertemuan UNEA 4 sebelumnya, yakni resolusi konsumsi dan produksi yang berkelanjutan (SCP), pengelolaan lahan gambut secara berkelanjutan, pelestarian hutan bakau, perlindungan lingkungan laut, dan manajemen terumbu karang secara berkelanjutan, juga menjadi pekerjaan rumah BSILHK untuk menguatkan safeguardsnya. Keberadaan standar instrumen LHK diharapkan mampu mengendalikan kualitas lingkungan hidup dan hutan agar tetap terjaga dengan baik, terutama dalam mendukung implementasi dan mencapai tujuan resolusi.*

Penulis: Dyah Puspasari
Editor: Yayuk Siswiyanti

Bagikan Berita / Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *