Laboratorium Dioksin – Furan Pertama di Indonesia: Terus Bekerja Menuju Handal dan Kompeten

Kemudahan perizinan berusaha dengan tetap mengendalikan kualitas lingkungan hidup sebagai amanah dari Undang-Undang Cipta  Kerja menjadi makin terfasilitasi dengan kehadiran Laboratorium Pengujian Dioksin Furan di BSILHK-KLHK. Laboratorium Dioksin Furan pertama di Indonesia ini akan segera menjadi laboratorium yang handal dan kompeten untuk mendukung pelaksanaan perizinan berusaha terutama dalam proses pentaatan peraturan atau pemenuhan dokumen lingkungan yang dibutuhkan.

[BSILHK]_Indonesia kini memiliki Laboratorium Pengujian Dioksin Furan. Ini merupakan salah satu bentuk komitmen Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants (POPs). Laboratorium ini dibangun dan dikembangkan pada tahun 2022 oleh Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup (PSIKLH), Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dengan dukungan Bappenas dan Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan.

Berlokasi di PSILHK, Serpong, ini adalah Laboratorium Dioksin Furan pertama di Indonesia. Kehadirannya sebagai jawaban atas kebutuhan sarana pengujian dioksin, khususnya yang dapat digunakan untuk sampel udara dengan konsentrasi yang rendah. Laboratorium ini juga sangat mendukung dalam pelaksanaan perizinan berusaha terutama dalam proses pentaatan peraturan atau pemenuhan dokumen lingkungan yang dibutuhkan. Laboratorium ini juga sekaligus memperkuat fungsi PSIKLH sebagai pusat standardisasi dan laboratorium lingkungan rujukan nasional.

Beberapa sektor kegiatan yang wajib melakukan pemantauan dioksin furan adalah industri semen, industri pengolah limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), rumah sakit yang mengelola limbah sendiri, dan pusat Pembangkit Listrik tenaga termal. Selama ini, pemenuhan regulasi terkait pemantauan dioksin furan di udara oleh pelaku usaha/kegiatan dilaksanakan dengan mengirimkan sampel ke laboratorium di luar negeri. Kondisi ini menyebabkan prosesnya lebih sulit dan mahal, dan memerlukan waktu lebih. Penanganan shipping sample juga perlu perhatian sendiri.

“Melalui keberadaan laboratorium yang mampu mengukur parameter dioksin furan di Indonesia, membuat biaya pengujian yang tinggi menjadi lebih ekonomis,” papar Ary Sudijanto, Kepala BSILHK, saat memberikan arahan dan membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Pengembangan Laboratorium Dioksin Furan, Jumat (30/12), di Ruang Auditorium PSIKLH Gedung 210, Serpong.

Menurut Ary, beberapa pekerjaan rumah dalam pengembangan laboratorium ini antara lain 1) penetapan tarif PNBP untuk parameter dioksin furan di udara emisi sumber tidak bergerak; 2) wacana bahwa sebagian pelayanan pengujian di PSIKLH menjadi Badan Layanan Umum (BLU); dan 3) penambahan ruang lingkup akreditasi pengujian dioksin furan sebagai bentuk pengakuan kompetensi laboratorium uji PSIKLH-BSILHK.

Mengapa Pengujian Dioksi dan Furan Menjadi Penting?

Kurang begitu familiar mungkin bagi khalayak, namun siapa sangka paparan senyawa kimia hasil pembakaran yang tidak sempurna ini sangat berbahaya bagi manusia. Dioksin dan Furan merupakan bahan kimia berbahaya yang dihasilkan secara tidak sengaja pada proses pembakaran tidak sempurna dari bahan yang mengandung zat berklorinasi seperti limbah plastik, proses manufaktur pestisida atau zat berklorinasi lainnya.  Dalam aplikasinya, dioksin furan dapat terlepas pada saat proses pembakaran limbah rumah sakit, limbah perkotaan, limbah B3, emisi dari kendaraan bermotor, gambut, batubara dan kayu.

Paparan dioksin dan furan dapat menimbulkan dampak berbahaya terhadap lingkungan termasuk manusia dan mahkluk hidup lainnya dengan tingkat toksisitas tertinggi (TEQ level 1) dibandingkan bahan pencemar lainnya yang ada saat ini. Media udara merupakan media dimana bahan pencemar dapat terdispersi ke lingkungan dengan mudah dengan cakupan yang luas.

Melalui proses rantai makanan, manusia yang berada pada posisi tertinggi dalam piramida makanan, akan berpotensi menjadi tempat akumulasi akhir dan merusak sistem hormonal (endocrin disrupted compound) serta pemicu penyakit kanker. Permasalahan tersebut menyebabkan  dioksin furan secara internasional telah diatur melalui  Konvensi Stockholm dan Indonesia telah meratifikasi melalui UU No.19/2009 tentang Pengesahan Stockholm Convention Tentang POPs.

Pemerintah Indonesia sendiri telah mengeluarkan beberapa regulasi terkait baku mutu lingkungan untuk parameter dioksin furan pada beberapa kegiatan sebagai yaitu Permen LHK No 15 tahun 2019 tentang Baku Mutu Emisi (BME) Pembangkit Listrik Tenaga Termal; Permen LHK No 19 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi bagi kegiatan Industri Semen; PerMenLH No 70/2016 tentang Baku Mutu Emisi dari Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Sampah secara Termal; Permen LH No 56 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan Permen LHK Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun, yang telah mengatur tentang kebijakan terkait Dioksin Furan.

Keberadaan laboratorium standardisasi lingkungan dan dukungan instrumen kebijakan terkait dioksin furan di Indonesia, menunjukkan kesiapan Indonesia pada pengembangan industri yang diiringi upaya untuk mewujudkan lingkungan hidup yang sehat.

Kesiapan Laboratorium Pengujian Dioksin Furan

Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup (PSIKLH), Widhi Handoyo, menyampaikan bahwa Laboratorium Dioksin Furan PSIKLH dapat menjadi solusi bagi industri yang berkewajiban mengukur dan pengujian parameter dioksin furan di udara emisi.  Instrumen untuk pengukuran dioksin furan tersebut sangat canggih dan selektif, yakni Gas Chromatography – High Resolution Mass Spectrophotometry (GC-HRMS) Tipe Magnetic Sector yang dapat mengukur konsentrasi sangat kecil (0,00002 ng).

Laboratorium yang handal dan kompeten menjadi target utama kesiapan Laboratorium Pengujian Dioksin furan ini untuk dapat menjawab kebutuhan. Berbagai persiapan terus dilakukan. Dalam paparannya pada Rakor ini, Widhi menerangkan status kesiapan aspek peralatan dan akomodasi ruangan, metode sampling dan analisis, quality asurance dan quality control (QA/QC), dan aspek sumber daya.

Untuk beroperasi penuh, dukungan para pihak terkait sangat dibutuhkan sehingga semua aspek kesiapan tersebut dapat terpenuhi.  Untuk mencapai status kesiapan 100%, masih dibutuh waktu untuk familiarisasi alat sampling, familiarisasi alat HRMS dan peningkatan teknik kehati-hatian di dalam melakukan preparasi, waktu untuk validasi/verifikasi metode dan persiapan akreditasi. Selain itu dibutuhkan ketersediaan bahan kimia, gas, larutan standard, consumables yang cukup, tambahan SMD untuk sampling (6 orang) dan analisis (3 orang) selain SDM eksisting saat ini.

Lebih lanjut Widhi menyampaikan bahwa biaya pengujian yang kompetitif dengan pemenuhan QA/QC yang sesuai persyaratan metode standar, menjadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh laboratorium ini. Hal lainnya adalah penambahan unit peralatan sampling untuk mengakomodir permintaan sampling dalam waktu yang bersamaan. Termasuk pemenuhan kebutuhan SDM yang kompeten dan memadai, serta pengelolaan dengan manajemen yang berdiri sendiri.

Dukungan Para Pihak untuk Pengembangan Laboratorium Dioksin Furan

Hadir dalam Rakor Pengembangan Laboratorium Dioksin Furan ini yaitu Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Sigit Reliantoro; Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Medrilzam; Kepala Seksi Anggaran Bidang Pertanian, Kelautan dan  Kehutanan IV, Ditjen Anggaran Kemenkeu, Nur Endah Subandari; serta Kepala Biro Perencanaan KLHK, Apik Karyana.

Dirjen PPKL, Sigit Reliantoro, mengharapkan reposisi laboratorium ini bisa menjadi nano polutan serta laboratorium untuk kegiatan forensik lingkungan, baik untuk penegakan hukum maupun solusi. Direktur Lingkungan Hidup Bappenas, Medrilzam, berharap laboratorium ini menjadi service function serta memperbaikai kondisi data status Lingkungan Hidup di Indonesia.

Diharapkan dari rapat koordinasi ini dihasilkan komitmen dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak terkait guna mendukung kelancaran pengembangan laboratorium dioksin furan. Dukungan berbagai pihak terkait diharapkan dapat mengoptimalkan pengembangan laboratorium dioksin furan,  sehingga dapat dimanfatkan oleh berbagai pihak dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (MF/DP**).

 

_______________________________________________________________________

Penulis : M. Farid Fahmi, Dyah Puspasari

Editor : Yayuk Siswiyanti

Sumber foto: Canva Pro dan Koleksi Sekretariat BSILHK

 

Bagikan Berita / Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *