Sampah Elektronik, Badan Standardisasi Instrumen LHK Merintis Penanganannya

Sampah elektronik mengandung komponen atau terbuat dari bahan berbahaya dan beracun (B3), seperti timbal, merkuri, cadminium, dll. Tahun 2030 akan meningkat sebanyak 4,7 Mt bila ditangani secara business as usual. Sampah elektronik  mengandung material berharga seperti logam mulia dan logam tanah langka (rare earth element) yang bernilai ekonomi tinggi. Badan Standardisiasi Instrumen LHK sedang merintis upaya-upayanya dalam Tata Kelola Barang Milik Negara.

[BSILHK, 2023] Teknologi elektronika, informasi dan komunikasi berkembang dengan pesat, bahkan kita sendiri sebagai pengguna perangkat tersebut kalah cepat memanfaatkan fitur yang ada dibandingkan dengan perkembangan fitur itu sendiri. Perangkat elektronika kita gunakan untuk mempermudah pekerjaan dan tugas kita sekaligus memberikan kenyamanan. Karena sejatinya tujuan teknologi adalah untuk memberikan kemudahan bagi manusia.

Begitupun kita sebagai organ pemerintah, untuk menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi, setidaknya paling sedikit masing-masing dari kita menggunakan 2 perangkat elektronika; handphone, laptop/PC. Belum ditambah dengan kebutuhan lainnya, seperti printer, scanner, mesin fotocopy, kamera, proyektor, eksternal disk, headset, dll.

Menurut data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam Statistik ASN Desember 2021, Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian jumlah Pegawai Negeri Sipil pusat dan daerah  berjumlah 3,995,634 orang dan 50,553 orang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dari data ini dapat diperkirakan berapa jumlah perangkat elektronik yang digunakan oleh pegawai pemerintah.

Jumlah ini menjadi sangat signifikan bila kita kaitkan dengan pengelolaan perangkat elektronik yang sudah tidak dapat digunakan lagi atau dengan kata lain sudah menjadi sampah elektronik (e-waste).

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2020 Tentang Pengelolaan Sampah Spesifik mengamanatkan E-waste masuk dalam kategori sampah spesifik yang memerlukan pengelolaan khusus dikarenakan sifat, konsentrasi dan/atau volumenya. Pengelolaan sampah spesifik harus dilakukan secara sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi kegiatan pengurangan dan penanganan.

Menjadi sampah spesifik, karena E-waste mengandung komponen atau terbuat dari bahan berbahaya dan beracun (B3), seperti timbal, merkuri, cadminium, dll yang bila dikelola tidak dengan baik, akan beresiko mencemarkan dan membahayakan lingkungan hidup serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. Sudah banyak informasi dan bahan edukasi yang beredar mengenai dampak bahan berbahaya dan beracun dari komponen e-waste.

Menurut Global E-Waste Monitor [the International Telecommunication Union (ITU) and the Sustainable Cycles (SCYCLE) Programme by the United Nations University (UNU) and the United Nations Institute for Training and Research (UNITAR), and the International Solid Waste Association (ISWA)] menjelaskan bahwa e-waste termasuk limbah dengan aliran pertumbuhan tercepat di dunia. Secara global, e-waste dihasilkan rata-rata 7,3 kg per kapita. Tahun 2019, 53,6 Mt (metric ton) dan tahun 2030 akan meningkat sebanyak 4,7 Mt bila ditangani secara business as usual.

Secara nasional, menurut Bappenas – recycling rate kita sebesar 17,4% dari total 2 juta ton e-waste pada tahun 2021. Mengapa angka ini masih rendah padahal e-waste mengandung material berharga seperti logam mulia dan logam tanah langka (rare earth element) yang bernilai ekonomi tinggi. Inilah yang menjadi tantangan bagi pemerintah, apalagi Pemerintah  mendapatkan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik yaitu kewajiban setiap  orang yang menghasilkan sampah yang mengandung B3 untuk melakukan pengurangan sampah. Pengurang sampah dilakukan melalui 1) pembatasan timbulan sampah; 2) pendauran ulang sampah; dan/atau 3) pemanfaatan kembali sampah. Apabila pemerintah selaku penghasil sampah spesifik tidak mampu melakukan pendauran ulang, maka harus diserahkan kepada fasilitas pengelolaan sampah spesifik. Untuk saat ini, fasilitas pengelolaan sampah spesifik mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3 sembari pemerintah menyediakan fasilitas pengelolaan sampah spesifik.

Mencermati amanat peraturan ini, maka seluruh para pihak penghasil sampah spesifik harus mengelola e-waste sesuai dengan ketentuan teknis yang sudah ditetapkan, demikian pula pemerintah. Tata kelola penanganan barang elektronik yang menjadi barang milik negara ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah.

Menjadi tantangan, karena saat ini penyelenggaraan instrumen tersebut belum menyentuh sampah spesifik yang berasal dari kantor pemerintah dan bersinergi dengan peraturan terkait tata kelola barang miliki negara/daerah.

Menjadi peluang, karena saat ini baru ada empat perusahaan/fasilitas yang memiliki izin pengelolaan dan pemanfaatan e-waste untuk dapat menjawab amanat pengelolaan sampah spesifik. Penyelenggaraan instrumen kebijakan harus dapat menumbuhkan kegiatan usaha jasa baru dan perluasan kesepatan kerja yang dapat berkontribusi pada perekonomian negara.

Tata kelola barang elektronik milik negara/daerah mengikuti ketentuan yang ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara (BMN). Barang eletronik yang sudah tidak dapat digunakan dapat dipindahtangankan kepada pihak lain melalui mekanisme lelang. Peserta lelang dapat diikuti oleh Lembaga maupun perorangan, tidak ada persyaratan teknis terkait pengelolaan sampah spesifik atau pengelolaan limbah B3 dalam mekanisme ini.

Tata kelola BMN/BMD harus dapat bersinergi dengan peraturan teknis untuk mencapai sasaran sirkular ekonomi sebagai bagian dari pengelolaan lingkungan. Belum ada data mengenai total nilai rupiah dari kelompok barang elektronik yang akan dimusnahkan/dihapuskan. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan menjabarkan Data bahwa nilai asset barang milik negara untuk kelompok peralatan dan mesin mencapai nilai  lebih dari  700.000 Milyar rupiah pada tahun 2021.

Mencermati angka pegawai negeri sipil sebagai pengguna barang elektronik dan nilai asset peralatan dan mesin, maka BMN/BMD tersebut dapat menjadi peluang dan sumber kekuatan ekonomi baru, ekonomi hijau. Belum lagi bila mengetahui data valuasi ekonomi dari pencemaran dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pengelolaan e-waste yang tidak sesuai ketentuan. Maka prediksi nilai ekonomi menjadi lebih besar.

Positive Impact inilah yang diharapkan dapat terjadi, yaitu terjadinya keseimbangan antara lingkungan, ekonomi dan masyarakat/sosial.

Badan Standardisasi Instrumen Lingkugan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) merupakan organisasi yang baru saja dibentuk pada tahun 2021 untuk mendukung tantangan pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan. Tugas dan fungsi utama adalah menyelenggarakan koordinasi, perumusan dan pengembangan standar serta penerapan standar dan penilaian kesesuaian standar instrumen di bidang lingkungan hidup dan kehutanan. Untuk menjawab tantangan tersebut, ada 5 program BSILHK yang dilaksanakan, yaitu 1) Program Kualitas Lingkungan Hidup; 2) Program Pengelolaan Hutan Berkelanjutan; 3) Program Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim; dan 4) Program Dukungan Manajemen.

Dalam Renstra BSILHK 2022-2024 bahwa program ini diharapkan dapat mendukung pencapaian 4 pilar tujuan Kementerian LHK, yaitu: 1) Pilar Lingkungan: Kondisi lingkungan hidup dan hutan yang semakin tanggap terhadap perubahan iklim; 2) Pilar Ekonomi: Aktualisasi potensi ekonomi dari sumber daya hutan dan lingkungan hidup; 3) Pilar Sosial: pemanfaatan hutan bagi masyarakat yang berkeadilan; dan 4) Pilar Tata Kelola: Tata kelola pemerintahan bidang LHK yang akuntabel, responisive dan layanan prima.

Aktualisasi Rencana Strategis BSILHK dilaksanakan melalui empat agenda besar, yaitu:

  1. Undang Undang Cipta Kerja dalam hal kemudahan perizinan berusaha dan persetujuan lingkungan;
  2. Folu Net Sink;
  3. Sirkular Ekonomi; dan
  4. Ibu Kota Nusantara.

Pencapaian sirkular ekonomi ditandai dengan terdokumentasi dan tertelusurnya kegiatan reduce, reuse dan recycle secara sistematis sekaligus menumbuhkan budaya ramah lingkungan dari sisi konsumen.    Beberapa waktu lalu, Ary Sudijanto – orang nomor satu Badan Standardisasi Instrumen LHK dalam sebuah forum antar para pihak menegaskan bahwa Penyelenggaraan instrumen pengelolaan sampah spesifik dan limbah B3 dan pengelolaan barang milik negara kelompok elektronik harus dapat sinergi untuk memastikan pemanfaatannya secara maksimal.

Sistem standardisasi dapat diterapkan untuk pelaksanaan kedua instrumen ini, agar tujuan besar dapat dicapai dengan mengusung pelaksanaan peraturan ketentuan. Sistem standardisasi merupakan sistem manajemen berupa jaringan kerja yang terdiri dari beberapa proses yang saling berkaitan, berintegrasi menjadi satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Sistem memudahkan aliran informasi dan data yang terpantau, tertelusur dan terverifikasi.

Kapasitas organisasi BSILHK akan mengawal pelaksanaan sistem standardisasi pengelolaan e-waste yang bersumber dari kantor pemerintah di seluruh satuan kerja Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah melalui penggunaan perangkat kerja yang terstandar. Kolaborasi dan koordinasi antar pihak dapat menjadi booster pelaksanaan sistem ini pada akhirnya.

 

Penulis: Amelia Agusni (Analis Kebijakan Ahli Muda, BSILHK)

Editor: Yayuk Siswiyanti

 

Sumber Foto :

https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-2463932/ecological-genocide-saat-harapan-anak-anak-cinangka-dibunuh-racun-timbal

Bagikan Berita / Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *