Ary Sudijanto: Saya Mau BSILHK Dicari Orang

Pada 2023, tahun ketiga perjalanan Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK), lembaga ini memasuki babak baru. Masa transisi sudah berakhir dan 2023 merupakan tahun perdana BSILHK harus bekerja dengan kecepatan penuh. Peran strategis BSILHK sebagai unit service function – tugasnya adalah menopang tugas yang ada di line function atau tugas-tugas dari direktorat jenderal teknis di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

“Saya mau BSILHK dicari orang, dengan cara apa? Kita harus bisa membuktikan bahwa kita support dan membantu tugas di line function bisa bekerja lebih baik dan lebih cepat,” tegas Kepala BSILHK, Ir. Ary Sudijanto, MSE, ketika diwawancara di ruang kerjanya (30/1). Dalam kesempatan lain, Ary mengatakan “Dalam setiap doa saya, saya selalu bermohon agar saya diberikan kekuatan oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk mengangkat Badan Standardisasi Instrumen LHK.”

Ary yang telah menjadi nahkoda BSILHK sejak Desember 2021 lalu menjelaskan bahwa dalam bekerja itu ada dua pilihan, kita akan bekerja apa adanya atau kita mau bekerja proaktif. Jika BSILHK telah biasa membantu tugas direktorat jenderal teknis dan berhasil, maka BSILHK akan selalu dicari.

“BSILHK harus bisa melihat permasalahan di line function,” jelas Ary. “Kita di service function harus berperan strategis,” lanjutnya.

Terkait peran strategis di KLHK, pria kelahiran Bandung ini, kini mengemban peran strategis sebagai Ketua Satgas Transisi Percepatan Proses Persetujuan Lingkungan dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Perizinan Berusaha. Satuan tugas yang dibentuk Menteri LHK dalam upaya percepatan proses persetujuan lingkungan pada akhir 2022 lalu.

Jika menilik ke belakang, terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), salah satu tujuannya adalah meningkatkan daya saing Indonesia melalui fasilitasi dan kemudahan perizinan berusaha.

Ary menggarisbawahi bahwa dalam mendapatkan perizinan berusaha atau yang sebelumnya dikenal dengan izin (dalam UUCK diganti perizinan berusaha), pelaku usaha struggling sendiri, mereka mereka berusaha sendiri untuk bisa memenuhi persyaratan-persyaratan perizinan tersebut.  Namun saat ini, kita memberikan fasilitasi dan kemudahan, pemerintah mengambil sebagian beban tersebut.

“Itulah salah satunya mengapa ada BSILHK,” ungkap alumni Michigan University, Amerika Serikat, tersebut.

Lebih lanjut Ary menjelaskan sebagian beban yang diambil tersebut yaitu dengan penyediaan standar oleh pemerintah.  BSILHK berperan dalam penyediaan standar tersebut. Jika dulu pemrakarsa struggling sendiri, dengan adanya standar, pengusaha menggunakan standar tersebut sehingga mudah bagi pelaku usaha atau pemrakasa untuk memenuhi persyaratan. Selain itu juga mudah untuk para regulator yang melakukan penilaian persyaratan-persyaratan tersebut karena semua sudah menjadi standar.

UUCK kemudian mengatur pelaksanaannya dalam peraturan turunannya antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelanggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko (PPBBR). Terkait dengan ini maka ada pengaturan yang menjadi atau yang berimplikasi dalam proses pembagian urusan persetujuan lingkungan dimana tidak ada lagi nomenklatur izin lingkungan. Izin lingkungan diintegrasikan dalam perizinanan berusaha.  Konsekuensinya adalah pengaturan urusan untuk persetujuan lingkungan harus mengikuti pembagian urusan dalam perizinan berusaha yang diatur dalam PP 5/2021 tersebut.

Mantan Direktur Pencegahan Dampak Usaha dan Kegiatan-PDLUK ini kemudian menjelaskan dalam peraturan tersebut bahwa sebagian besar perizinan berusaha yang kewenangannya ada di pemerintah pusat. Sebagai konsekuensi, maka banyak pergeseran, yang semula untuk izin lingkungan atau penilaian amdal maupun pemeriksaan UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup), ada di daerah yang bergeser ke pusat. Itu yang mengakibatkan penambahan volume yang harus diproses di pusat.

“Dan penambahan ini eksponensial, jika kita bandingkan sebelum dan sesudah UUCK naik 14 kali lipat,” jelasnya.

Sebelum tahun 2020, KLHK menerima permohonan izin lingkungan sejumlah 128 permohonan, pada tahun 2023 KLHK menerima 1.399 permohonan (14 kali lipat). Hal ini yang membutuhkan percepatan.  Di satu sisi tujuan UUCK adalah memberikan kemudahan berusaha, sementara di sisi lain kemudian terjadi peningkatan luar biasa beban di pusat. Ini harus ada cara-cara terobosan untuk mengatasinya.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan kemudian menerbitkan 2 keputusan dan 1 edaran yaitu SK Menteri LHK No. SK. 1295/MENLHK/SETJEN/REN.0/12/2022 tentang Transisi Percepatan Proses Persetujuan  Lingkungan Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan  Perizinan Berusaha; SK Menteri LHK No. SK. 1296/MENLHK/SETJEN/REN.0/12/2022 tentang Satuan Tugas Transisi Percepatan Proses Persetujuan  Lingkungan Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan  Perizinan Berusaha dan Surat Edaran Menteri LHK No. SE. 7/MENLHK/SETJEN/REN.0/12/2022 tentang Tata Laksana Percepatan Proses Persetujuan Lingkungan Dalam rangka Mendukung Pelaksanaan Perizinan Berusaha.

Ary lalu menjelaskan sebenarnya ada dua hal yang berbeda yang melatarbelakangi percepatan. Yang pertama, jika dulu pemerintah sifatnya menunggu, sekarang dengan UUCK maka pemerintah memberikan fasilitasi, pemerintah juga harus proaktif. Di sisi lain yang kedua adalah ada perubahan skema pembagian urusan yang menyebabkan urusan pusat menjadi lebih besar dan meningkat secara eksponensial.

SK dan SE Menteri LHK tersebut merupakan pelaksanaan dari instruksi presiden pada saat rapat kabinet paripurna pada tanggal 6 Desember 2022 di mana Presiden meminta untuk dilakukan percepatan atau menyederhanakan proses Persetujuan Lingkungan dalam memberikan kepastian investasi dan usaha di Indonesia.

Ary menegaskan bahwa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bukannya tidak bekerja. Jika melihat proses yang sudah dilakukan, KLHK telah meningkatkan produktivitas 5 kali lipat dalam proses penyelesaian permohonan atau penerbitan persetujuan lingkungan. Sebagai ilustrasi pada tahun-tahun sebelumnya, KLHK menerima kurang lebih 100 permohonan dan menerbitkan izin lingkungan juga sekitar 100-an. Pada tahun 2022, KLHK menerbitkan 479 izin lingkungan. Sehingga dengan resource yang tidak berubah signifikan, KLHK dapat meningkatkan produktivitas 5 kali lipat. Namun produktivitas ini tetap tidak dapat mengejar, mengingat jumlah permohonan yang masuk juga mengalami peningkatan 14 kali lipat. Kementerian LHK juga sudah melakukan berbagai upaya, termasuk melengkapi dengan sistem dan sebagainya.

Regulasi PPBBR membagi perizinan berusaha dalam tiga tingkatan yaitu, tingkat risiko rendah, tingkat risko menengah,  dan tingkat risiko tinggi.  Semuanya merupakan perizinan berusaha. Namun kemudian dibagi  berdasarkan prioritas.  Yang rendah sifat perizinannya merupakan pendaftaran, sehingga  cukup dengan pendaftaran, dengan mendaftar maka mendapat izin otomatis dan mendapat Nomor Induk Berusaha (NIB). Persyaratan untuk semua jenis kegiatan yang diklasifikasikan beresiko rendah, persyaratannya sama semua. Setiap hari bisa ribuan terbit izin secara otomatis ini.

Kemudian tingkat risiko menengah. Pada tingkat risiko menengah dibagi 2, yaitu menengah rendah dan menengah tinggi, dimana perizinan berusaha berupa sertifikat standar. Untuk yang risiko menengah rendah menggunakan sertifikat standar otomatis by system, sedangkan untuk yang menengah tinggi menggunakan sertifikat standar – prosesnya perlu verifikasi dan penilaian – tidak otomatis. Jadi dibuatkan  standar untuk setiap jenis Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Tidak seperti perizinan berusaha dengan tingkat risiko rendah yang mana setiap jenis usaha apa saja persyaratannya sama, untuk perizinan berusaha tingkat resiko menengah setiap KBLI memerlukan persyaratan masing-masing. Namun setiap KBLI persyaratannya sama.

Sedangkan untuk perizinan berusaha tingkat risiko tinggi namanya izin, sifatnya individual. Masing-masing beda walaupun kegiatannya sama, diperiksanya masing-masing secara individual (baca: setiap permohonan)

Dulu setiap perizinan disebut izin dengan sistem pemeriksaan individual sehingga membuat proses  lama, saat ini sudah dibagi berdasarkan tingkat risiko, jadi hanya perizinan berusaha dengan tingkat risiko tinggi saja yang diperiksa secara individual.

Ary menjelaskan yang sudah dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan adalah terkait persetujuan lingkungan. Untuk kegiatan tingkat risiko rendah jenis dokumennya adalah Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL). SPPL sejak awal sudah ditanam pada online single submission (OSS) permohonan nomor izin berusaha (NIB) melalui Kementerian Investasi / Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Setiap kegiatan yang mempunyai NIB pasti sudah mempunyai SPPL karena hal ini otomatis, sehingga dapat langsung dimonitor berapa jumlah NIB yang sudah dilengkapi dengan SPPLnya.

“Jika BKPM mengatakan ada 2,8 juta NIB yang diterbitkan, artinya ada 2,8 NIB yang dilengkapi dengan SPPL” Ary mencontohkan.

Untuk perizinan berusaha tingkat risiko menengah dibagi dua yaitu menengah rendah dan menengah tinggi. Yang menengah rendah prosesnya pun otomatis. Untuk menengah rendah dan rendah, service level agreementnya 2 jam. Artinya 2 jam harus terbit. Ini memberikan kepastian bagi pelaku usaha. Pelaku usaha harus mempunyai dokumen lingkungan, karena persetujuan lingkungan merupakan prasyarat untuk penerbitan perizinan berusaha.

Kementerian LHK telah membuat  sistem informasi AMDALNET. Sistem ini  sudah  jalan sejak  OSSRBA-Online Single Submission Risk Based Approach mulai jalan Agustus 2021. Pelaku usaha tidak lagi menyusun dokumen, karena dokumen disusunkan oleh sistem AMDALNET.  Pelaku usaha cukup mengisi form yang ada dalam OSS dan tidak ada tambahan lagi, data tersebut lalu diambil oleh AMDALNET dan secara sistem AMDALNET akan membuat UKL UPLnya lalu akan dikembalikan ke OSS dan otomatis  diterbitkan persetujuan lingkungan berupa persetujuan Penerbitan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PKPLH)  dan perizinan berusaha berupa sertifikat standarnya. Hampir 400ribu yang sudah selesai, hitnya pernah tercapai 57 ribu dalam sehari selesai diproses.

Ary mengatakan Kementerian LHK telah melaksanakan secara konsisten amanat UUCK. Namun tidak dipungkiri masih ada permasalahan yang memerlukan strategi untuk penyelesaiannya.  Ary menjelaskan  sebetulnya untuk  tingkat risko menengah  tinggi dan tinggi, sistem di AMDALNET sudah siap di akhir 2021. Namun untuk melakukan integrasi antara AMDALNET dengan OSS masih butuh waktu.

“Targetnya tanggal 7 Februari 2023 nanti rencana launching  AMDALNET yang sudah terintegrasi dengan OSS untuk yang tingkat resiko tinggi dan tingkat risiko menengah tinggi,” harapnya optimis.

“AMDALNET itu sistem, isi sistemnya adalah standar,” jelas Ary. “Jika hanya AMDALNET saja tanpa standarnya, maka tidak ada percepatan,” tegasnya.

Jika hanya AMDALNET saja maka itu hanya mengubah dari manual ke online. Percepatannya itu justru adanya standar. Ary lalu mencontohkan standar pada sektor migas. Dahulu pelaku usaha membuat sendiri UKL UPL, sekarang dengan adanya standar pelaku usaha tinggal memilih dari daftar standar tersebut mana yang sesuai dengan jenis kegiatannya. Ary lalu menganalogikan bahwa sistem informasi AMDALNET dan standar  seperti bedil dan peluru atau couple yang saling melengkapi.

“Ini menjadi tugas berat BSILHK untuk menyediakan semua jenis standar untuk UKL UPL, ada kurang lebih 1.200 standar UKL UPL yang harus disiapkan,” jelas alumni ITS Surabaya ini.

Selain itu juga standar untuk kerangka acuan amdal. Untuk kerangka acuan juga nanti pelaku usaha tinggal memilih. Kita tidak akan dapat mengejar UUCK dengan tanpa ada sistem dan standar,  fasilitasi yang pemerintah lakukan yaitu dengan membuatkan standar.

“Kita butuh percepatan untuk melengkapi semua sistem yang baru ini.  Intinya dengan  peningkatan eksponensial harus ada digitalisasi dan penggunaan standar,” tegasnya.

Ary mengatakan bahwa ini satu-satunya peluang untuk menjawab tantangan yang ada. Hanya memang tantangan berikutnya adalah prioritasi, bagaimana kita menentukan prioritas. Misalnya dari 1.200 standar UKL UPL mana yang harus diselesaikan lebih dulu, tidak mungkin diselesaikan dalam waktu satu  tahun. Mungkin kita bisa menggunakan sistem Pareto, kita selesaikan beberapa yang kemudian menjadi banyak, misal untuk bangunan gedung. Kita mungkin bisa menyelesaikan potongan besar dari permasalahan yang ada.

Kemudian tantangan lainnya yaitu  adalah peningkatan kapasitas, karena ini merupakan paradigma baru, bukan hanya di pusat tapi juga para staf di daerah, pemrakarsa dan penyusun.

Proses percepatan ini sesuai SK 1295 dan SK 1296  merupakan transisi selama 4 bulan. Tujuan besarnya ada dua yaitu  menyelesaikan tunggakan permohonan, dari kurang lebih 1.400 baru selesai kurang lebih 500, maka ada kurang lebih 900 permohonan tahun 2022 yang harus diselesaikan sambil menyelesaikan permohonan baru tahun 2023.

Tujuan berikutnya yaitu ingin membuat sistem yang lebih baik. Dalam PP 22 /2021 ada amanat untuk membuat Lembaga Uji Kelayakan (LUK) dan Tim Uji Kelayakan TUK yang dibentuk oleh Menteri LHK.  Dahulu Komisi Penilai Amdal dibentuk Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota. Sementara saat ini TUK dibentuk oleh LUK yang dibentuk oleh Menteri. Artinya tim penilai amdal seluruh Indonesia yang membentuk adalah Menteri LHK.

Maka dalam transisi percepatan persetujuan lingkungan,  pemerintah pusat menugaskan 19 daerah, 11 provinsi dan 6 kabupaten dan 2 kota untuk sama-sama belajar. Strategi lainnya yaitu dengan menugaskan kepada daerah untuk melakukan tugas Pusat/Menteri. Menugaskan untuk melakukan penilaian amdal dan pemeriksaan UKL UPL.

“Yang melakukan daerah tapi nanti keputusan tetap Keputusan Menteri. Hal ini butuh pendampingan dan pengendalian,” jelas Ary.

Transisi juga sebagai pembinaan, seperti prinsip stick and carrot, jika daerah bisa menjalankan dengan baik maka penugasannya akan ditambah. Jenis kegiatan dalam penugasannya ditambah. Sementara daerah yang tidak atau belum mampu, maka penugasan dapat dicabut atau stop penugasannya, dengan catatan pemerintah pusat juga melakukan peningkatan kapasitas. Sehingga fungsi pemerintah pusat melakukan pembinaan di daerah.

Sebagai Ketua Satgas Transisi Percepatan Proses Persetujuan  Lingkungan dalam rangka Mendukung Pelaksanaan  Perizinan Berusaha, Ary menyampaikamn beberapa strategi yang ditempuh antara lain:

  1. Penguatan unit yang akan melaksanakan dengan mobilisasi personal dari unit-unit lain. Dengan SK 1296 ini dilakukan perbantuan dari eselon 1 lain untuk memproses banyaknya dokumen permohonan yang masuk.
  2. Penugasan kepada daerah (19 daerah) dengan 2 kelompok usaha. Kelompok usaha yang pertama yaitu  kegiatan berdasarkan PP 5 aslinya merupakan kewenangan daerah, namun dalam PP 5  untuk PMA menjadi kewenangan pusat sementara dikembalikan ke daerah. Yang kedua untuk kelompok usaha KBLI kehutanan, juga dialihkan ke daerah. Nanti yang lain juga bisa ditugaskan ke daerah.
  3. Percepatan untuk penyusunan standar dan penguatan sistem informasinya

Tim Transisi sesuai SK.1296 terdiri dari 4 Tim yaitu Tim Penguatan Pelayanan Publik Kajian Dampak Lingkungan; Tim Bimbingan Teknis Pendampingan dan Asistensi Daerah; Tim Monitoring, Pengendalian, dan Evaluasi; dan Tim Penyiapan Standar dan Sistem Informasi.

Ary menjelaskan Tim Pertama untuk strategi penguatan unit yang akan melaksanakan mobilisasi personal dari unit-unit lain untuk membantu PDLUK. Tim Kedua yang melakukan penugasan ke daerah. Tim Keempat untuk melaksanakan percepatan penyusunan standar dan penguatan sistem informasinya. Sedangkan Tim Ketiga sebagai pengendali dan mengevaluasi lesson learn dari proses ini, sehingga nanti setelah transisi 4 bulan sebagai scale up dan membentuk LUK dan TUK. Untuk membentuk LUK dan TUK diperlukan naskah akademis, Tim ketiga nanti yang akan menyiapkan naskah akademis.

 

Progres Tim Transisi Percepatan Persetujuan Lingkungan

Satu bulan pasca penugasan, Ary mengatakan progresnya sudah terlihat. Seperti untuk Tim Pertama sudah  melakukan serangkaian bimbingan teknis  dan peningkatan kapasitas untuk pihak terkait seperti pemerintah daerah, pelaku usaha dan pakar.

“Salah satu yang perlu dihighlight adalah melibatkan PSL-PSL seluruh Indonesia,” tegasnya.

Ary juga sudah menyiapkan laporan dalam satu bulan masa tugas sebagai Ketua Satgas, dari 976 permohonan sudah diselesaikan 221 permohonan sudah selesai di bulan pertama. Selain itu yang banyak adalah perubahan tanpa dokumen ataupun updating UKL-UPL yang mana jumlahnya 498 dan 103 sudah selesai.  Perubahan ini juga sudah dibuatkan sistemnya di Amdalnet.  Minggu lalu sudah diundang para pemrakarsa 206 dikumpulkan untuk sosialisasi cara mengisi form di AMDALnet diharapkan selesai di Februari. Sisanya ada 395 akan diselesaikan di bulan Maret.

Sementara untuk Tim Kedua, ada 51 yang ditugaskan, pada bulan pertama baru dilakukan peningkatan kapasitas, transfer ke daerah dan tim pendamping. Prosesnya baru memberikan akses untuk penilaian di AMDALnet.  “Harapannya di bulan Februari bisa dilakukan percepatan,” harapnya optimis.

Tim Ketiga atau Tim Monitoring masih melakukan monitoring, di Bulan Februari jika sudah terjadi proses di daerah, tim monitoring akan bekerja lebih banyak dan pada bulan ketiga, Tim Monitoring harus merumuskan untuk scale-up dan naskah akademisnya.

Tim Keempat dalam penyusunan standar saat ini sudah melakukan identifikasi. Empat hal yang akan dikuatkan yaitu pertambangan, infrastruktur, kelistrikan, industri dan pengolahan limbah B3.  Ada 21 standar yang akan disiapkan di masa 4 bulan ini. Dari seluruh permohonan persetujuan lingkungan tahun 2022, terdapat 38 jenis usaha/kegiatan yang memerlukan standar.

“Sementara itu juga memperkuat sistem informasi dengan OSS, harapannya segera selesai dan tanggal 7 Februari 2023 launching integrasi AMDALNET dengan OSS BKPM,” Ary kembali optimis.

Melihat kecenderungan dan kebutuhan percepatan persetujuan lingkungan, tim ini akan terus bekerja pasca masa penugasan selesai. Dalam masa penugasan – seluruh tim akan merasakan akselerasi-akselerasi, spot hambatan, dan celah-celah yang harus diisi. Ini akan menjadi bekal berarti untuk menyelesaikan percepatan persetujuan lingkungan.

Peran Strategis BSILHK dalam Percepatan Persetujuan Lingkungan

Ary menjelaskan yang harus dipahami BSILHK adalah unit service function yang tugasnya adalah mendukung tugas yang ada di line function atau tugas-tugas dari direktorat jenderal teknis.  Yang kita persiapkan tidak hanya mendukung dengan standar yang ada.

“Percepatan ini tidak akan jalan jika kita tidak siapkan standarnya,” Ary menjelaskan. “Para pelaku usaha jika tidak dibantu dengan standar dan PDLUK menilai tidak menggunakan standar maka butuh waktu, sehingga percepatannya di situ,” lanjutnya.

Sebagai service function ternyata tidak hanya penyiapan infrastruktur tadi, tapi juga dukungan personil. Seperti dalam penugasan daerah itu perlu didampingi dari pusat. Tugas utama memang di UPT PKTL  namun karena unit PKTL terbatas maka untuk memback-up PKTL di daerah. Layer pertama adalah BPKH, UPT PKTL. Layer berikutnya yaitu P3E sebagai unit yang mempunyai histori dan kompetensi dalam bidang lingkungan hidup. Layer ke 3 yang memback up yaitu BPSILHK. Secara fungsi BPSILHK sebagai service function yang memang ada fungsi di brown issue atau lingkungan.

“Apalagi jika konteksnya untuk dokumen lingkungan misal untuk UKL UPL dan Kerangka Acuan Amdal  sudah dibuatkan standarnya, artinya hal tersebut in line dengan tugas BPSILHK yang mempunyai tugas melakukan uji penerapan standar. Namun memang perlu peningkatan kapasitas staf BPSILHK terutama untuk brown issue,” jelas Ary.

BPSILHK tidak banyak yang mempunyai fungsional pedal (pengendali dampak lingkungan). Selain itu BSILHK juga sudah merintis dengan PPKL dalam hal monitoring kualitas lingkungan. PPKL saat ini belum mempunyai unit di daerah, keterlibatan BSILHK sebagai penjamin data kualitas lingkungan. Untuk laboratorium lingkungan ada di BSILHK, data yang ditampilkan harus valid.

Ari menjelaskan kembali konsep Menteri LHK bahwa ada 3 layer untuk memastikan pengawasan pelaku usaha bekerja dengan baik.

“BSILHK sebagai layer pertama, yang memastikan standar-standar dilakukan penerapan dengan baik,” ungkapnya.

Jika belum baik maka kemungkinannya adalah standarnya belum tepat atau pelaku belum tahu. Maka masuk layer kedua,  perlu ada pembinaan. Jika sudah ada pembinaan dan ada unsur pelanggaran baru menjadi tugasnya Ditjen Penegakan Hukum pada layer terakhir.

Ary menjelaskan konteks transisi dalam 4 bulan tidak hanya menyelesaikan tunggakan pekerjaan tahun 2022, namun yang lebih besar yaitu mendapatkan lesson learn setelah transisi dan kebijakannya akan dipermanenkan.

Agenda 2023, tantangan BSILHK adalah bagaimana dapat meningkatkan kapasitas SDM dan bagaimana BSILHK dapat meningkatkan tugas agar lebih bermakna.

“Sebagai unit baru, BSILHK harus berjualan apa yang bisa kita lakukan. Sebagai Kepala BSILHK saya harus menjaga moral seluruh SDM BSILHK,” tegasnya.

Dengan harapan besar tugas BSILHK, Ary menyampaikan optimismenya antara lain karena BSILHK didukung oleh kualitas personel yang kuat sehingga tinggal diarahkan bekerja lebih dan bekerja ke tahapan implementasi. Selain itu direktorat jenderal teknis di line function menyambut baik bantuan BSILHK.  Ary menegaskan konsep ini didukung oleh Menteri, sudah on the track, hanya sisi volume perlu diperbesar.

“Kita optimis kita bisa, saya mengupayakan untuk bisa mengunjungi setiap UPT BSILHK, untuk memelihara dan meningkatkan semangat bahwa ke depan BSILHK akan menjadi unit yang strategis sambil berjalannya waktu tetap harus menunjukkan hasil,” tegasnya kembali.

Menurut Ary ada dua pilihan dalam bekerja. Pilihannya yaitu bekerja normatif  atau pilihan untuk berperan lebih  dengan konsekuensi  kerja keras.

“Kita harus bisa mengikuti pace (red: berlarinya) teman-teman (ditjen teknis) di line function sesuai dengan tenggat mereka.”

Ary juga menyampaikan bahwa filosofi dalam bekerja  ada dua  tujuan, yang pertama mencari nafkah (uang) dan yang kedua mencari kepuasan batin.

“Jika hasil kerja kita dipakai orang, ada kepuasan batin,” ungkap Ary. “Jika kita sudah menjalankan itu uang akan datang sendiri,” lanjutnya.

 

…………………………………………………

Ir. Ary Sudijanto, MSE

Ary Sudijanto adalah Kepala Badan Standardisasi Instrumen Standardisasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan (ASEFI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sejak Desember 2021. Berpengalaman 30 tahun dimulai sebagai konsultan teknik lingkungan, kemudian menjabat sebagai pejabat yang membawahi pengelolaan limbah B3, dan pengendalian pencemaran sektor manufaktur perdagangan dan jasa. Sejak 2008 hingga 2021 Ary menjabat sebagai Direktur Pengendalian dan Pencegahan Dampak Lingkungan di KLHK yang menangani AMDAL di Indonesia.

Ary meraih gelar Master di bidang Teknik Lingkungan dari University of Michigan, Ann Arbor, Amerika Serikat.  Gelar sarjana diraihnya dari Institut Teknologi Surabaya (ITS).  Lahir pada 11 Oktober 1968. Menempuh pendidikan dasar dan menengah di Bandung.

Sejak tahun 1993, ayah dua putera ini  telah mengikuti berbagai kursus nasional dan internasional yang berkaitan dengan lingkungan. Beberapa di antaranya adalah Integrating Climate Change into Environmental Impact Assessment yang diselenggarakan oleh International Association Impact Assessment (IAIA), Kursus Hukum Lingkungan yang diselenggarakan oleh Institut Van Vollenhoven, Universitas Leiden, Institut Metro, Universitas Maastricht, serta berbagai kursus pengelolaan limbah berbahaya dan polusi udara.

Sebagai kepala BSILHK, Ary ditugaskan sebagai national focal point (NFP) forum ASEAN Senior Officials on Environment (ASOEN), yaitu sebagai ASOEN Chair Indonesia, selain NFP ASEAN Working Group on Forest Product Development ( AWGFPD), Asian Forest Cooperation Organization (AFoCO) dan forum International Organization for Standardization (ISO), serta sebagai anggota Board of Trustees CIFOR-ICRAF. Terkait pengurangan emisi gas rumah kaca untuk mengendalikan perubahan iklim melalui program Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, Ary bertanggung jawab sebagai anggota Tim Pengarah program tersebut. Tim pengarah berperan memandu implementasi, arah kebijakan, pemecahan masalah, pengembangan kebijakan, dan inovasi dalam FOLU Net Sink Indonesia 2030.

Mulai akhir 2022, Ary juga mengemban tugas sebagai Ketua Satgas Transisi Percepatan Proses Persetujuan Lingkungan dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Perizinan Berusaha.

 

Penulis : Tutik Sriyati, Lusi Ginoga

Editor    : Yayuk Siswiyanti

 

Bagikan Berita / Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *