Anoa Raden, Lahir Caesar – Pengembangan Standar Konservasi Ex Situ

Raden, Maesa, Anara, dan Deandra adalah anoa-anoa hasil pengembangbiakan ex situ melalui perkawinan alami di Anoa Breeding Center (ABC) Manado. Hasil riset, praktik, pengalaman, dan keberhasilan di ABC ini menjadi bukti bahwa konservasi ex situ dapat berkontribusi mendukung kebijakan melindungi anoa dari kepunahan. Pengembangan standar konservasi ex situ anoa oleh BSILHK adalah langkah selanjutnya, menjadikan ABC sebagai arena pengujian standar konservasi ex situ anoa. Beberapa hari lalu, anoa lahir melalui operasi Caesar. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberinya nama “Raden”.

[BSILHK, 2023]_Kelahiran Raden, anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis), pada 16 Januari 2023, menoreh sejarah baru di dunia konservasi ex situ anoa. Ia merupakan bayi anoa pertama yang sukses lahir melalui operasi Caesar. Kelahirannya adalah keberhasilan ke-4 dari total 12 kali kebuntingan di Anoa Breeding Center (ABC) Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPSILHK) Manado.

Raden, adalah nama yang disematkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, pada bayi anoa berjenis kelamin jantan tersebut. Diambil dari nama induknya Rambo dan Denok, Raden adalah keturunan pertama (F1) dari pejantan Rambo (12 tahun) dan induk betina bernama Denok (13 tahun) yang telah ditangkar di ABC Manado.

Dalam 8 tahun beroperasinya ABC, ini adalah operasi Caesar pertama yang berhasil dari empat kali operasi Caesar yang telah dilakukan. Selain itu dari 12 kebuntingan induk anoa hanya 4 bayi anoa yang lahir selamat. Lainnya mengalami 2 kali keguguran, dan 6 kali proses kelahiran namun tidak selamat.

Awalnya keberadaan anoa indukan di ABC ini berasal dari hasil sitaan dan penyerahan sukarela dari masyarakat yang sebelumnya memelihara anoa. Dengan keberhasilan kelahiran anoa ini, maka pusat pembiakan anoa tersebut kini memiliki sembilan ekor anoa dengan komposisi empat jantan dan lima betina. Salah satu dari mereka adalah anoa dataran tinggi (Bubalus quarlesi).

Mengapa konservasi anoa penting?

Anoa (Buballus sp.) adalah satwa endemik Sulawesi dan merupakan salah satu pengisi keanekaragaman hayati di kawasan Wallacea. Ia termasuk jenis satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P.20/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2018.

Kerbau kerdil Sulawesi ini perlu dilindungi karena jumlah populasi di habitat alaminya diperkirakan mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data International Union for Conservation of Nature [IUCN] Red List diperkirakan populasi anoa di seluruh Sulawesi tidak lebih dari 2.500 individu, sehingga dikategorikan terancam punah. Sementara di ex situ jumlah anoa yang terdata di studbook adalah sebanyak kurang lebih 40 ekor.

Jenis ini juga masuk dalam Appendix 1 berdasarkan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora [CITES]. Itu berarti selain dilindungi, anoa juga dilarang untuk diperdagangkan.

Penghuni sejati hutan Sulawesi ini diketahui memiliki sifat agresif, monogami, dan senang hidup menyendiri atau soliter. Kondisi ini menjadi salah satu penyebab menurunnya populasi anoa di alam. Penyebab utamanya adalah kehilangan habitat, kerusakan ekosistem, perburuan, serta permintaan pasar akan anoa sebagai produk konsumsi. Kemungkinan terjadinya perkawinan sedarah (inbreeding) pada populasi di alam liar, juga akan lebih memicu punahnya anoa secara perlahan.

Padahal, anoa memiliki peranan yang begitu penting bagi ekosistem. Mulai dari spesies kunci (key species), spesies payung (umbrella species), dan spesies bendera (flagship species), selain juga termasuk hewan endemik yang hanya ditemukan di Sulawesi.  Oleh karena itu, menjaga anoa dan habitatnya adalah sama dengan menjaga keberlangsungan satwa dan tumbuhan lainnya yang hidup beriringan dengan anoa.

Untuk itu, intervensi dalam bentuk penangkaran ex situ, yaitu pembiakan di luar habitat aslinya, harus dilakukan untuk mencegah kepunahan anoa. Upaya yang dilakukan Anoa Breeding Centre (ABC) Manado, Sulawesi Utara, adalah salah satunya. Kelahiran anoa ini tentu saja membawa angin segar dan harapan baru bagi konservasi terutama peningkatan populasi anoa secara ex situ.

Anoa Breeding Center Manado, kini tempat pengembangan standar konservasi Anoa.

Anoa Breeding Center (ABC) Manado merupakan penangkaran anoa pertama dan satu-satunya yang berhasil di Pulau Sulawesi. Berlokasi di BPSILHK Manado, fasilitas ini diresmikan oleh Menteri LHK pada 5 Februari 2015 silam. Pendiriannya digagas oleh Balai Penelitian Kehutanan (BPK) Manado yang kini menjadi BPSILHK Manado dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sulawesi Utara.

Kehadiran ABC ini berawal dari kegiatan riset. Pada 2010-2011, BPK Manado melakukan riset untuk mengetahui kondisi populasi dan karakteristik habitat anoa (Bubalus spp.) khususnya di wilayah sub populasi bagian Utara Sulawesi. Kegiatan dilanjutkan dengan riset pengamatan perilaku anoa, mempelajari dan memelihara anoa dalam pelestarian skala in situ maupun ex situ dengan sistem pemeliharaan dalam kandang. Selanjutnya, dilakukan pengembangan penangkaran anoa bekerja sama dengan BKSDA Sulawesi Utara dan SEAMEO BIOTROP untuk aspek reproduksi. Kemudian pada 2013 dilakukan penerapan teknik inseminasi buatan dalam proses reproduksi anoa di penangkaran.

Tujuan utama pendirian ABC adalah meningkatkan populasi anoa secara ex situ dengan mempertahankan kemurnian jenisnya. Hasilnya diharapkan dapat menjadi back up populasi di alam, pelepasliaran anoa di habitat alam (release), pertukaran dengan kebun binatang baik di dalam maupun luar negeri, dan menjajaki kemungkinan sebagai satwa yang didomestikasi. Pengelolaan ABC dilakukan secara kolaborasi antara BPSILHK Manado dan BKSDA Sulawesi Utara, serta mendapat dukungan dari mitra yaitu PT Cargill Indonesia-Amurang.

Kelahiran Raden adalah capaian baru bagi ABC. Bayi anoa pertama lahir pada 7 Februari 2017 dan diberi nama Maesa oleh Wakil Presiden Bapak Jusuf Kalla. Bayi anoa kedua lahir pada 8 November 2017 dan diberi nama Anara oleh Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Bapak Jan Darmadi. Bayi anoa ketiga lahir pada 25 Juli 2018 dan diberi nama Deandra oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Bapak Darmin Nasution.

Salah satu tujuan ABC yakni pelepasliaran anoa hasil penangkaran sudah pernah tercapai dengan pelepasan Deandra di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara pada Januari 2022. Jika nanti Raden sudah besar dan sifat liarnya telah tumbuh, akan dilepasliarkan juga ke alam. Karenanya, kelahiran Raden merupakan wujud nyata keberhasilan upaya konservasi ex situ satwa di ABC dan menjadi harapan baru dalam peningkatan populasi anoa di alam.

Proses kelahiran Raden melalui operasi Caesar juga merupakan capaian tersendiri. Ini menjadi legacy ABC karena berhasil dalam membantu kelahiran anoa secara normal dan operasi Caesar.

Pengembangan Standar Konservasi Ex Situ Anoa

Hasil riset, pembelajaran dari praktik pengelolaan, dan capaian Anoa Breeding Center (ABC) Manado sejak 2010 hingga kini akan terus dikembangkan untuk konservasi anoa yang lebih baik. Salah satunya untuk pengembangan standar konservasi ex situ anoa.

Modalitas yang telah dimiliki BPSILHK Manado untuk mengembangkan standar tersebut antara lain:

  1. Kajian Karakteristik Habitat Anoa
  2. Petunjuk Teknis Desain Kandang Anoa dalam Pemeliharaan secara Ex Situ
  3. Petunjuk Teknis Reproduksi Anoa Dataran Rendah Upaya Peningkatan Populasi dalam Pemeliharaan Ex Situ
  4. Petunjuk Teknis Manajemen Pakan untuk Pemeliharaan Ex Situ Anoa
  5. Petunjuk Teknis Pemeliharaan Kesehatan Anoa
  6. Petunjuk Teknis Pengelolaan Limbah Kotoran Anoa

Pengalaman ABC selama 8 tahun terakhir dalam pengembangbiakan anoa menunjukkan bahwa kunci keberhasilan adalah dengan menerapkan M4PK yaitu manajemen pakan, manajemen kandang, manajemen kesehatan, manajemen reproduksi, pendidikan konservasi dan kerja sama.

Dengan menerapkan M4PK, terbukti upaya konservasi ex situ anoa di ABC dapat berjalan dengan baik dan lancar hingga telah menghasilkan empat kelahiran anoa hasil perkawinan alami. Konsep ini dapat diadopsi oleh lembaga-lembaga lain yang mempunyai tujuan konservasi ex situ jenis serupa maupun jenis lainnya pada lokasi yang berbeda.

Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSILHK) akan memanfaatkan modalitas yang dimiliki untuk pengembangan standar konservasi ex situ anoa. Fasilitas ABC juga akan menjadi arena pengujian standar konservasi ex situ anoa.

Dengan demikian, BSILHK dapat terus berkontribusi membantu kelestarian satwa unik ini, meningkatkan peran dan pengelolaan anoa secara ex situ serta mendukung kebijakan dalam melindungi anoa dari ancaman kepunahan. Standar tersebut nantinya juga dapat dikembangkan untuk jenis yang sama di lokasi berbeda maupun untuk konservasi ex situ jenis satwa lainnya. Ini juga sebagai komitmen BSILHK untuk lebih menguatkan kontribusi standar pada konservasi keanekaragaman hayati Indonesia.***

 

Penulis: Dyah Puspasari

Editor: Yayuk Siswiyanti

 

Bagikan Berita / Artikel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *