Indonesia menyusun Standar Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Indonesia’s FoLU Net Sink (IFNET) 2030. Hal ini tercetus saat Paviliun Indonesia di COP27, Mesir, beberapa waktu lalu, dengan Mengambil tema “The Role of Standard to Accelarate Indonesia’s FoLU Net Sink 2030”.
”Untuk mencapai target FoLU Net Sink 2030 dan mempercepat perubahan transformasional menuju pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim, Indonesia mengembangkan lima program kerja, yaitu pengelolaan hutan berkelanjutan, peningkatan stok karbon hutan, konservasi hutan alam, pengelolaan lahan gambut, dan membangun instrumen dan informasi," jelas Ary Sudijanto, Kepala Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup (BSILHK), saat membuka sesi Paviliun.
Mendukung program kerja tersebut, Ary menekankan kehadiran standar sangat diperlukan, untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan bagaimana mengukur hasil kegiatan, dan membantu masyarakat dan pemangku kepentingan terlibat dalam proses tersebut.
“Standar ini sejalan dengan tindakan transparansi dari Perjanjian Paris, karena akan meningkatkan percepatan implementasi mitigasi dan ketahanan iklim dari sektor hutan, dan penggunaan lahan lainnya secara kuat dalam hal data, metode dan sistem yang diukur, dilaporkan dan diverifikasi, yang sebagian besar berada di bawah tanggung jawab KLHK, dan sebagai pemangku kepentingan utama dalam urusan hutan dan lingkungan,” lanjutnya.
Saat ini KLHK menyusun Standar Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan Pelaksanaan Aksi Mitigasi Indonesia 2030, sebagai pedoman umum bagi semua sektor dalam pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan perkembangan kegiatan, sesuai amanat Peraturan Menteri LHK No. 168 Tahun 2022.
“Melalui standar ini diharapkan dapat memudahkan semua pihak dalam operasionalisasi FoLU Net Sink 2030, sehingga lebih terkonsolidasi dan terverifikasi dalam parameter emisi karbon,” pungkas Ary.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim (Pustandpi), Kirsfianti L. Ginoga, memaparkan lebih lanjut Standar Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi (Measurement, Reporting, and Verification/MRV) untuk IFNET 2030.
“MRV adalah suatu sistem yang utama dalam menghubungkan aksi sub nasional dan nasional pencapaian IFNET 2030. Sistem MRV dalam pelaporan emisi GRK dapat mengintegrasikan pelaksanaan inventarisasi GRK secara nasional. Oleh karenanya standar merupakan suatu kebutuhan untuk mengakomodasi proses yang bersifat dinamis,” jelas ibu yang akrab disapa Etty Ginoga ini.
Adapun metodologi MRV yang digunakan, Etty menerangkan, telah selaras dengan metode dari IPCC, sehingga dapat mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam proses inventarisasi GRK secara nasional, serta menjadi alat monitoring dan evaluasi dari pencapaian level sub nasional dan nasional.
“Standar untuk IFNET 2030 terdiri dari tahapan pengukuran, pelaporan, registri nasional, dan verifikasi,” tuturnya.
Sementara itu, informasi kehadiran standar yang sudah ada di Indonesia dalam mendukung aksi perubahan iklim di Indonesia, juga disampaikan oleh Yeri Permata Sari, Kepala Pusat Fasilitasi Penerapan Standar Instrumen LHK (Pusfaster).
“Beberapa standar yang tersedia antara lain yaitu, Standar perhitungan gas rumah kaca (GRK) sebanyak 9 standar, Standar untuk mendukung peningkatan cadangan karbon, yang terbagi menjadi standar di bidang rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), standar teknik manajemen produksi dan multibisnis, standar restorasi lahan, lahan terbuka hijau, dan ekoriparian, dan standar pengendalian kebakaran hutan,” paparnya.
Diselenggarakan secara faktual dan virtual, sesi Paviliun ini dipandu oleh Noer Adi Wardojo dan Boen M. Purnama. Selain pembicara KLHK, turut hadir para praktisi di bidang perubahan iklim, yaitu Dr. Sonya Dewi, Direktur World Agroforestry (ICRAF) Indonesia yang memaparkan Role of Agroforestry to Accelerate Indonesia's FoLU Net Sink 2030 and Increase Livelihood Resilience, serta peneliti Prof. Meine Van Noordwijk, Distinguished Science Fellow ICRAF, dengan paparannya berjudul Landscape Restoration for Livelihoods and Biodiversity, with Carbon stock enhancement as co-benefit.
ICRAF adalah sebuah pusat penelitian aagroforestriy internasional yang bermarkas di Nairobi, yang bekerja dengan petani hingga pembuat kebijakann untuk perbaikan tata kelola bentang lahan, dan peningkatan penghidupan serta memastikan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan.
Mendukung pencapaian IFNET 2030, Sonya menerangkan, ICRAF telah mengembangkan Panduan Penyusunan Model Bisnis Sosial Berbasis Agroforestri (MBBA), dan Pedoman Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan dan Capaian MBBA.
“Pedoman ini dapat menjadi bagian dari standardisasi,” ujarnya optimis.
Menurutnya, praktik agroforestri berpotensi menyumbang pada FOLU Net Sink 2030 melalui peningkatan karbon stok yang termaktub dalam rencana operasional beserta dengan peran masyarakat, penghidupan yang tangguh dan jasa-jasa ekosistem.
“Melalui perhutanan sosial dan kemitraan, membutuhkan peningkatan kapasitas teknis, pola pembiayaan serta kelembagaan dalam implementasi, monitoring dan evaluasi model bisnis terpadunya. Hal-hal tersebut juga membutuhkan metode yang terstandarisasi. Kita tidak akan bisa mengelola jika kita tidak bisa mengukurnya,” lanjut Sonya.
Sementara itu, menurut Prof. Meine agroforestri dapat menjadi penghubung antara sisi ekonomi, ekologis, dan sosial dalam pencapaian SDGs, dalam rangka menanggulangi dampak perubahan iklim, dengan mengintegrasikan hubungan antara manusia-alam dan pembangunan berkelanjutan.
Prof Meine juga menegaskan bahwa, kenyataan hari ini adalah perwujudan dari opsi-opsi dalam konteksnya di masa lalu. Ada keterkaitan antara identitas (lembaga lokal, motivasi, gender, anak-anak muda dan nilai dalam masyarakat), dengan hak-hak individu, knowhow atau pengetahuan praktis, koneksi bersama yaitu perubahan iklim dan keragaman hayati, serta pasar.
“Integrasi antara tujuan individu-komunitas-sub nasional-nasional dan global diharapkan mampu mewujudkan cita-cita Net Sink 2030. IFNET 2030 merupakan suatu pencapaian Indonesia dalam menyusun kerangka (framework) sebagaimana cita-cita global ini,” pungkasnya. (***)