Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya, menerima kunjungan Menteri Lingkungan Hidup Jepang, Mr. Yagi Tetsuta dan delegasi Jepang di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, Rabu (21/08).
Pertemuan kedua menteri ini membahas komitmen dan aktualisasi kerjasama dalam aksi perubahan iklim terkait pengelolaan limbah, gambut dan upaya konservasi.
“Secara prinsip, kedua negara memiliki komitmen untuk mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, pengelolaan limbah, dan upaya konservasi untuk mendukung kelestarian lingkungan. Isu-isu kritis tersebut telah dibahas dalam dialog kedua negara pada April 2024 lalu di Jepang, yang menyoroti dedikasi kita bersama,” ungkap Siti Nurbaya mengawali diskusi dengan Mr. Tetsuka.
Terkait perubahan iklim, Menteri Siti Nurbaya menyampaikan bahwa perlu mendorong kerja bersama, kolaborasi dalam mengatasi perubahan iklim. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai target Kontribusi Nasional (NDC). Untuk Indonesia sudah ada pijakan dasarnya dengan Peraturan Presiden No. 98/2021.
Dikatakan Menteri Siti, saat ini Indonesia sedang mempercepat dan mengadaptasi mekanisme kredit Joint Crediting Mechanism (JCM) dan Sertifikat Pengurangan Emisi GRK Indonesia (SPEI) secara paralel sesuai dengan Peraturan Presiden No. 98/2021.
“Untuk itu, telah ada tim kerja KLHK yang memfasilitasi percepatan kerjasama Indonesia-Jepang terkait iklim dan karbon. Tim kerja akan fokus pada penyiapan Sistem Registri Nasional (SRN), sistem MRV, sistem SPEI, dan calon pilot project di sektor kehutanan dan persampahan,” ungkapnya.
Kemudian terkait pengelolaan limbah, Menteri Siti Nurbaya menyoroti kolaborasi Indonesia - Jepang dalam pengelolaan merkuri, yang dilaksanakan melalui kerja sama JICA, dimana para ahli akan tiba di Indonesia tahun ini. Demikian pula dibahas tentang perkembangan kelola sampah di Legok Nangka, Jawa Barat.
“Kami mengharapkan kolaborasi yang signifikan dalam pengelolaan limbah padat, termasuk upaya untuk mempromosikan kota yang ramah lingkungan, serta pengelolaan limbah berbahaya," katanya.
Selain itu, juga dibahas tentang kerja sama dalam pengelolaan limbah elektronik.
Selanjutnya, kedua Menteri juga sepakat untuk bekerjasama berkenaan agenda konservasi. Menteri Siti mengusulkan rencana kerjasama model ekowisata di Provinsi Jawa Barat.
Dalam hal kelola gambut, dijelaskan oleh Siti Nurbaya, bahwa sebagai bagian dari Memorandum of Cooperation (MoC) akan diawali dengan studi kelayakan mengenai restorasi dan pengelolaan lahan gambut di Kalimantan Tengah.
Dalam hal kerja sama mangrove Indonesia - Jepang, telah dirintis sejak awal 1990-an dengan percontohan di Bali, yang kemudian dilanjutkan di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Bali, menjadi pusat untuk pengembangan mangrove dalam berbagai kerja sama internasional.
Dalam pertemuan tersebut, Menteri Tetsuta menyampaikan harapannya untuk memperkuat kerja sama pengendalian iklim dan lingkungan Indonesia – Jepang.
Dengan adanya Tim KLHK untuk percepatan kerja sama RI-Jepang, Menteri Siti mendorong agar segera ditindaklanjuti dengan kerja-kerja teknis bersama pada awal September mendatang. Hal itu didukung oleh Menteri Tetsuta.
“Baik Indonesia maupun Jepang, sama-sama menghadapi banyak tantangan lingkungan, dan memiliki pengalaman berbeda dalam penanganannya. Oleh karena itu, sangat bermanfaat untuk bertukar pengalaman, dan melakukan kegiatan bersama di lapangan,” harap Yagi Tetsuta.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Alue Dohong, Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Sigit Reliantoro, Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Dida Mighfar, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Laksmi Dhewanthi, Sekretaris BRGM dan unsur-unsur teknis terkait KLHK. (*)
______________
Jakarta, KLHK, 21 Agustus 2024
www.ppid.menlhk.go.id